“Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah
terikatnya hati
dan ruhani dengan
ikatan aqidah.
Aqidah adalah
sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya.
Ukhuwah adalah
saudaranya keimanan,
sedangkan perpecahan
adalah saudara kembarnya kekufuran.
Kekuatan yang pertama
adalah kekuatan persatuan;
tidak ada persatuan
tanpa cinta kasih;
minimal cinta kasih
adalah kelapangan dada
dan maksimalnya adalah itsar
(mementingkan orang
lain dari diri sendiri).”
(Imam Hasan Al Banna)
Masa – masa tumbuh menjadi seorang dewasa dengan
predikat Aktivis Dakwah Kampus (ADK) masih sangat lekat dalam ingatan. Tawa dan
tangis membersamai lekat dalam keseharian kita. Kelebihan kita menutup kekurangan
saudara kita, dan sebaliknya. Kekurangan kita pun menjadi ladang amal untuk
saudara kita yang lain. Demikianlah kecenderungan ukhuwah. Ukhuwah ada, agar
kita menjadi lebih baik. Ukhuwah ada,untuk melecutkan potensi kita. Ukhuwah ada,
untuk menjadi ladang amal bagi kita tentunya.
Adakah rumah yang lebih nyaman selain daripada
iman? Tempat pulang paling nyaman setelah berpeluh lelah mengejar mimpi untuk
lulus tepat waktu ataupun setelah berbuntu jalan saat merencanakan kegiatan
daurah untuk mad’u. Tempat itu adalah istana kita, istana iman, istana cinta
yang biasa kita bahasakan dengan wisma.
Di masa itulah cerita cinta kita dimulai. Sejak perjumpaan
di awalnya, di tengah kebingungan menapaki daerah baru dan mencari tempat
tinggal baru dengan status baru pula. Ada senyum melegakan dan tawaran
keikhlasan untuk membantu dari kakak kelas. Sehingga detak itu pun mulai
terasakan. Detak yang menggiring hati kita untuk yakin bahwa mereka adalah
orang – orang tulus yang Allah pilihkan untuk kita dan untuk sebuah ikatan yang
jauh lebih dekat dari sekedar senior dan junior di kampus.
Petualangan jiwa menjemput hidayah itu pun
berlanjut. Saat ta’aruf untuk pertama kali, hati mulai mengenali tentang
bagaimana jiwa–jiwa lain selain kita di wisma itu. Ada ketukan pintu yang menggertak
mata di sepertiga malam. Ada dzikir ma’tsurat bersama setelah shalat subuh. Ada
rangkaian tausiyah yang menyentak hati. Dan pada akhirnya semua rutinitas yang pada
awalnya hanya sebagai sebuah rutinititas semata itu pun semakin membuat kita kecanduan.
Kecanduan shalat berjama’ah, kecanduan shalat malam, kecanduan dzikir ma’tsurat
bersama ba’da subuh, kecanduan tausiyah yang membaikkan diri, dan candu – candu
lain yang menentramkan.
Semua di dalam rumah itu tetap berjalan manusiawi,
pun tak lepas dari berbagai konflik. Seyogyanya manusia yang sedang bertumbuh
dewasa, kadang gesekan – gesekan itu bisa saja terjadi. Wajar bukan? Allah
menciptakan kita dengan beragam keunikan, beragam kelebihan, serta beragam
kekurangan. Tak jarang pula konflik – konflik itu kemudian membuat kita
menangis bersama. Namun selalu ada celah untuk mengambil ibroh dari setiap
peristiwa yang terjadi dan kita menjadi tertarbiyah pada proses tafahum yang berlangsung
secara terus – menerus.
Selanjutnya, beberapa bahkan mayoritas dari kita
mungkin berkenalan dengan aktivitas dakwah kampus juga berawal dari wisma
dengan iklim dan hamasah yang menyala – nyala. Setelah awalnya “dijebloskan”
kepada amanah – amanah kampus yang mungkin tidak hanya satu, ritme jiwa kita
pun perlahan beradaptasi dengan semua kesibukan itu. Jika pada semula kita
merasa berat karena memang tidak banyak dari kita yang terbiasa sibuk
berorganisasi, perlahan namun pasti kita mulai menikmati aktivitas – aktivitas itu.
Aktivitas yang secara kita sadari atau tidak sebetulnya membuat kita tengah
berlari menuju Allah swt. Aktivitas yang sebetulnya tengah memupuk kecintaan
kita menjadi semakin besar kepada Allah swt.
Tahun demi tahun tertanggalkan, ada pergantian
wajah di dalamnya. Ada pergantian hati di dalamnya. Namun, sesering apapun pergantian
itu tetap saja jiwa di dalamnya sama. Jiwa – jiwa yang senantiasa berproses untuk
menjadi lebih baik dalam mencintai Allah. Juga jiwa – jiwa yang sangat sensitif
dengan seruan – seruan untuk bergerak rapi dalam barisan dakwah kampus. Dan nama
– nama yang sebelumnya sudah terpatri di hati akan terus terpatri karena
robithoh akan menyuburkannya.
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahawa hati-hati
ini telah berhimpun kerana mengasihi-Mu, bertemu untuk mematuhi (perintah)-Mu,
bersatu memikul beban dakwah-Mu, hati-hati ini telah mengikat janji setia untuk
mendaulat dan menyokong syari’at-Mu.
Maka eratkanlah Ya Allah akan
ikatannya, kekalkan kemesraan antara hati-hati ini, tunjuklah kepada hati-hati
ini akan jalannya (yang sebenar), penuhkanlah (piala) hati-hati ini dengan
cahaya Rabbani-Mu yang tidak kunjung malap, lapangkanlah hati-hati ini dengan
limpahan keimanan dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidup suburkanlah hati-hati
ini dengan ma’rifat (pengetahuan sebenar) tentang-Mu. (Jika Engkau takdirkan
kami mati) maka matikanlah hati-hati ini sebagai para syuhada’ dalam perjuangan
agama-Mu.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik
sandaran dan sebaik-baik penolong. Ya Allah perkenankanlah permintaan ini. Ya
Allah restuilah dan sejahterakanlah junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan
para sahabat baginda semuanya.”
(Doa Robithoh)
Ikhwati fillah,
Percayalah, bahwa wisma akan menjadi tempat yang dirindukan untuk terus
berada di dalamnya. Di antara rangkaian proses yang menjadikan ketidaktahuan
menjadi ilmu. Yang tadinya tidak mau lalu menjadi mau. Yang tadinya tidak
terbiasa menjadi terbiasa. Semuanya adalah wasilah yang Allah kirimkan kepada kita
untuk kembali membumikan hati dan membahasakan cinta dengan apa yang seharusnya
kita lakukan untuk cinta.
Masihkah ada yang lebih indah selain mencintai
saudara – saudara kita karena Allah? Saat doa – doa kita menjadi bukti atas itu
semua, rasanya tidak ada yang bisa mengalahkan keindahannya. Bukan hanya satu
atau dua orang yang tertinggal bahkan terlepas dalam genggaman barisan dakwah. Mungkinkah
itu karena sedikitnya porsi doa kita untuk mereka? Atau karena kelalaian kita
sebagai saudara dalam pemenuhan hak – haknya sehingga mereka tidak nyaman dan
mendapatkan kenyamanan itu di tempat lain?
Bukankah ukhuwah ini adalah nikmatNya yang sangat
luar biasa? Mari lihat ke sekitar kita, yang tidak seberuntung kita karena
mereka tidak memiliki tangan yang akan menarik mereka saat syaithan hampir
berhasil menggoda mereka. Atau mereka yang bahkan belum mengetahui bahwa ada kebahagiaan
dan kepuasan hati yang begitu besar saat berhasil mengajak satu orang saja ke
dalam aktivitas kebaikan. Semua itu patut untuk disyukuri karena tak semua
seberuntung kita untuk dapat merasakan nikmat tersebut, apalagi sampai terlarut
di dalamnya.
Mari, kembali perkuat doa – doa kita untuk saudara
kita. Doa agar kita tetap disatukan dalam aktivitas kebaikan seperti yang ada
sekarang ini. Doa agar kita semua dapat bertahan dalam kelelahan dan semua
ujian yang menyapa. Doa agar kemudian kita kembali dipertemukan oleh Allah swt dalam
kesempatan yang juga baik. Dan doa – doa lain yang dapat melangitkan cinta kita
kepada Allah Swt.
Tak selamanya keadaan yang menetapi kita sekarang
akan terus menjadi seperti adanya. Waktu berganti dan kelulusan studi pun akan
dijelang. Namun ukhuwah tak akan pernah berganti. Nuansanya akan tetap sama. Desir
hangatnya akan tetap seperti dulu. Karena Allah swt yang telah mempertemukan
kita dalam kecintaan kepadaNya. Dan di mana pun kita berada selanjutnya, akan
ada nikmat – nikmat ukhuwah lain yang akan kita terima tanpa memutus nikmat
yang terdahulu. Satu yang penting, jangan lupa untuk membumikan hati dan membahasakan
cinta kepada saudara –saudara kita.
Begitulah keindahan demi keindahan itu berjalan. Keindahan
hidup bersama cinta hanya karena Allah. Masa – masa yang menjadi waktu
perkenalan kita dengan dakwah dan segala hal yang luar biasa tentangnya. Semoga
ukhuwah kita akan terus berkepanjangan sampai suatu saat terjelang kemenangan. Karena
memang, setelah satu rindu tertunaikan, akan ada rindu lain yang meminta untuk
dipenuhi....
“Innahu in lam takun bihim falan yakuna
bighoirihim,
wa in lam
yakunu bihi fasayakununa bighoirihi”
(Jika ia
tidak bersama mereka,
ia tak akan bersama selain mereka.
Dan
mereka bila tidak bersamanya,
akan bersama selain dia)