Friday, December 7, 2012

Membumikan Hati Membahasakan Cinta



 “Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati
dan ruhani dengan ikatan aqidah.
Aqidah adalah sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya.
Ukhuwah adalah saudaranya keimanan,
sedangkan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran.
Kekuatan yang pertama adalah kekuatan persatuan;
tidak ada persatuan tanpa cinta kasih;
minimal cinta kasih adalah kelapangan dada
dan maksimalnya adalah itsar 
(mementingkan orang lain dari diri sendiri).”
 (Imam Hasan Al Banna)


Masa – masa tumbuh menjadi seorang dewasa dengan predikat Aktivis Dakwah Kampus (ADK) masih sangat lekat dalam ingatan. Tawa dan tangis membersamai lekat dalam keseharian kita. Kelebihan kita menutup kekurangan saudara kita, dan sebaliknya. Kekurangan kita pun menjadi ladang amal untuk saudara kita yang lain. Demikianlah kecenderungan ukhuwah. Ukhuwah ada, agar kita menjadi lebih baik. Ukhuwah ada,untuk melecutkan potensi kita. Ukhuwah ada, untuk menjadi ladang amal bagi kita tentunya.
Adakah rumah yang lebih nyaman selain daripada iman? Tempat pulang paling nyaman setelah berpeluh lelah mengejar mimpi untuk lulus tepat waktu ataupun setelah berbuntu jalan saat merencanakan kegiatan daurah untuk mad’u. Tempat itu adalah istana kita, istana iman, istana cinta yang biasa kita bahasakan dengan wisma.
Di masa itulah cerita cinta kita dimulai. Sejak perjumpaan di awalnya, di tengah kebingungan menapaki daerah baru dan mencari tempat tinggal baru dengan status baru pula. Ada senyum melegakan dan tawaran keikhlasan untuk membantu dari kakak kelas. Sehingga detak itu pun mulai terasakan. Detak yang menggiring hati kita untuk yakin bahwa mereka adalah orang – orang tulus yang Allah pilihkan untuk kita dan untuk sebuah ikatan yang jauh lebih dekat dari sekedar senior dan junior di kampus.
Petualangan jiwa menjemput hidayah itu pun berlanjut. Saat ta’aruf untuk pertama kali, hati mulai mengenali tentang bagaimana jiwa–jiwa lain selain kita di wisma itu. Ada ketukan pintu yang menggertak mata di sepertiga malam. Ada dzikir ma’tsurat bersama setelah shalat subuh. Ada rangkaian tausiyah yang menyentak hati. Dan pada akhirnya semua rutinitas yang pada awalnya hanya sebagai sebuah rutinititas semata itu pun semakin membuat kita kecanduan. Kecanduan shalat berjama’ah, kecanduan shalat malam, kecanduan dzikir ma’tsurat bersama ba’da subuh, kecanduan tausiyah yang membaikkan diri, dan candu – candu lain yang menentramkan.
Semua di dalam rumah itu tetap berjalan manusiawi, pun tak lepas dari berbagai konflik. Seyogyanya manusia yang sedang bertumbuh dewasa, kadang gesekan – gesekan itu bisa saja terjadi. Wajar bukan? Allah menciptakan kita dengan beragam keunikan, beragam kelebihan, serta beragam kekurangan. Tak jarang pula konflik – konflik itu kemudian membuat kita menangis bersama. Namun selalu ada celah untuk mengambil ibroh dari setiap peristiwa yang terjadi dan kita menjadi tertarbiyah pada proses tafahum yang berlangsung secara terus – menerus.
Selanjutnya, beberapa bahkan mayoritas dari kita mungkin berkenalan dengan aktivitas dakwah kampus juga berawal dari wisma dengan iklim dan hamasah yang menyala – nyala. Setelah awalnya “dijebloskan” kepada amanah – amanah kampus yang mungkin tidak hanya satu, ritme jiwa kita pun perlahan beradaptasi dengan semua kesibukan itu. Jika pada semula kita merasa berat karena memang tidak banyak dari kita yang terbiasa sibuk berorganisasi, perlahan namun pasti kita mulai menikmati aktivitas – aktivitas itu. Aktivitas yang secara kita sadari atau tidak sebetulnya membuat kita tengah berlari menuju Allah swt. Aktivitas yang sebetulnya tengah memupuk kecintaan kita menjadi semakin besar kepada Allah swt.
Tahun demi tahun tertanggalkan, ada pergantian wajah di dalamnya. Ada pergantian hati di dalamnya. Namun, sesering apapun pergantian itu tetap saja jiwa di dalamnya sama. Jiwa – jiwa yang senantiasa berproses untuk menjadi lebih baik dalam mencintai Allah. Juga jiwa – jiwa yang sangat sensitif dengan seruan – seruan untuk bergerak rapi dalam barisan dakwah kampus. Dan nama – nama yang sebelumnya sudah terpatri di hati akan terus terpatri karena robithoh akan menyuburkannya.

Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahawa hati-hati ini telah berhimpun kerana mengasihi-Mu, bertemu untuk mematuhi (perintah)-Mu, bersatu memikul beban dakwah-Mu, hati-hati ini telah mengikat janji setia untuk mendaulat dan menyokong syari’at-Mu.
Maka eratkanlah Ya Allah akan ikatannya, kekalkan kemesraan antara hati-hati ini, tunjuklah kepada hati-hati ini akan jalannya (yang sebenar), penuhkanlah (piala) hati-hati ini dengan cahaya Rabbani-Mu yang tidak kunjung malap, lapangkanlah hati-hati ini dengan limpahan keimanan dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidup suburkanlah hati-hati ini dengan ma’rifat (pengetahuan sebenar) tentang-Mu. (Jika Engkau takdirkan kami mati) maka matikanlah hati-hati ini sebagai para syuhada’ dalam perjuangan agama-Mu.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik sandaran dan sebaik-baik penolong. Ya Allah perkenankanlah permintaan ini. Ya Allah restuilah dan sejahterakanlah junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat baginda semuanya.
(Doa Robithoh)


Ikhwati fillah,
Percayalah, bahwa wisma akan menjadi tempat yang dirindukan untuk terus berada di dalamnya. Di antara rangkaian proses yang menjadikan ketidaktahuan menjadi ilmu. Yang tadinya tidak mau lalu menjadi mau. Yang tadinya tidak terbiasa menjadi terbiasa. Semuanya adalah wasilah yang Allah kirimkan kepada kita untuk kembali membumikan hati dan membahasakan cinta dengan apa yang seharusnya kita lakukan untuk cinta.

Masihkah ada yang lebih indah selain mencintai saudara – saudara kita karena Allah? Saat doa – doa kita menjadi bukti atas itu semua, rasanya tidak ada yang bisa mengalahkan keindahannya. Bukan hanya satu atau dua orang yang tertinggal bahkan terlepas dalam genggaman barisan dakwah. Mungkinkah itu karena sedikitnya porsi doa kita untuk mereka? Atau karena kelalaian kita sebagai saudara dalam pemenuhan hak – haknya sehingga mereka tidak nyaman dan mendapatkan kenyamanan itu di tempat lain?
Bukankah ukhuwah ini adalah nikmatNya yang sangat luar biasa? Mari lihat ke sekitar kita, yang tidak seberuntung kita karena mereka tidak memiliki tangan yang akan menarik mereka saat syaithan hampir berhasil menggoda mereka. Atau mereka yang bahkan belum mengetahui bahwa ada kebahagiaan dan kepuasan hati yang begitu besar saat berhasil mengajak satu orang saja ke dalam aktivitas kebaikan. Semua itu patut untuk disyukuri karena tak semua seberuntung kita untuk dapat merasakan nikmat tersebut, apalagi sampai terlarut di dalamnya.
Mari, kembali perkuat doa – doa kita untuk saudara kita. Doa agar kita tetap disatukan dalam aktivitas kebaikan seperti yang ada sekarang ini. Doa agar kita semua dapat bertahan dalam kelelahan dan semua ujian yang menyapa. Doa agar kemudian kita kembali dipertemukan oleh Allah swt dalam kesempatan yang juga baik. Dan doa – doa lain yang dapat melangitkan cinta kita kepada Allah Swt.
Tak selamanya keadaan yang menetapi kita sekarang akan terus menjadi seperti adanya. Waktu berganti dan kelulusan studi pun akan dijelang. Namun ukhuwah tak akan pernah berganti. Nuansanya akan tetap sama. Desir hangatnya akan tetap seperti dulu. Karena Allah swt yang telah mempertemukan kita dalam kecintaan kepadaNya. Dan di mana pun kita berada selanjutnya, akan ada nikmat – nikmat ukhuwah lain yang akan kita terima tanpa memutus nikmat yang terdahulu. Satu yang penting, jangan lupa untuk membumikan hati dan membahasakan cinta kepada saudara –saudara kita.
Begitulah keindahan demi keindahan itu berjalan. Keindahan hidup bersama cinta hanya karena Allah. Masa – masa yang menjadi waktu perkenalan kita dengan dakwah dan segala hal yang luar biasa tentangnya. Semoga ukhuwah kita akan terus berkepanjangan sampai suatu saat terjelang kemenangan. Karena memang, setelah satu rindu tertunaikan, akan ada rindu lain yang meminta untuk dipenuhi....

 “Innahu in lam takun bihim falan yakuna bighoirihim,
wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi”
(Jika ia tidak bersama mereka, 
ia tak akan bersama selain mereka.
Dan mereka bila tidak bersamanya,
akan bersama selain dia)

Monday, April 30, 2012

Ruang Sempit Itu, Bernama Hati....






A empty heart is like an empty life 
I said a empty heart is like a empty life
Well, it makes you feel like you wanna cry
Like you wanna cry
Like you wanna cry
 (Empty Heart – The Rolling Stones)






Semakin hari semakin terasa menyesakkan,
Serasa tak dapat melihat manusia lain memiliki apa yang tidak kupunya, seolah menderita akibat manusia lain mendapatkan apa yang sudah lama aku inginkan namun belum kudapatkan..

Semakin hari semakin terasa menyedihkan,
Jika ruang sempit ini sudah semakin sempit, maka bahagia tak mungkin lagi dapat berhimpit, hidup pun terasa serba sulit, sampai kehabisan suara untuk lagi menjerit..


My heart starts to feel like stone,
All around is silver and gold,
And my heart never heals,
My heart only feels like stone
(Heart Like Stone – Greyson Chance)


Menyedihkan bukan?
Jika sampai pada suatu masa di mana hati tidak lagi punya ruang.. tak punya jarak.. untuk sekedar berbahagia.. untuk sekedar mengucap syukur dengan amat lirih..

Hilang sudah nuansanya.. nuansa kesyukuran seorang hamba pada realita yang sedang tiba di hidupnya.. Lantas.. jika sudah sedemikian aku kufur nikmat begitu, Akan diperlakukan seperti apakah aku oleh Tuhanku...? 
Allahu’alam bishowab