Wednesday, April 28, 2010

Aku Hanya Ingin Mencintaimu Seperti Mereka Mencintaimu...

Aku ingin menjadi mentari bagimu hanya jika mentari itu dapat menghangatkanmu dan tidak membakarmu. Aku pun dapat menjadi langit untukmu hanya jika langit dapat memayungimu dalam keteduhan yang menyejukkan. Aku ingin menjadi tanah tempatmu berpijak dan sungai tempatmu melepas dahaga pada ujungnya hingga menjadi kehidupan untuk sesama....

Mungkin memang setiap makhluk punya cara khusus dalam mencintai makhluk yang lain. Pada seorang ibu yang rela menggigil dalam gelapnya malam dan merelakan kehangatan selimutnya untuk menutupi sosok kecil di sebelahnya atau keriput tajam Seorang laki-laki yang masih tersengal mendorong gerobak kayu di teriknya matahari demi tuntasnya lapar anak istrinya sudah cukup membuatku merasa sarat akan ketakjuban. Mungkin begitulah bahasa cinta yang mereka sampaikan pada obyeknya. Tak perlu banyak kata, tak perlu banyak warna... karena cinta yang penting dilaku dulu.

Dicintai bisa memang menjadi sangat nyaman atau justru sebaliknya. Menggengam pasir terlalu erat justru membuat pasir itu akan berjatuhan dari sela-sela jemari. Dan membiarkan telapak tangan yang berisi pasir untuk tetap terbuka pun akan membiarkan angin untuk menerbangkannya dengan segera. Membuat pasir untuk terus berada di telapak tangan kita memang butuh suatu cara yang unik. Yang melindungi namun tidak menjerat habis. Yang memberi ruang namun tidak melepaskan. Demikianlah kita dalam mencintai.

Uniknya makhluk Tuhan yang berjudul manusia ini, mereka selalu punya manusia lain untuk dicintai. Mereka selalu punya obyek lain untuk diperhatikan dan ditinggikan selain dirinya sendiri. Karena itulah cinta menjadi fitrah bagi manusia. Karena secara sadar ataupun tidak, kita pasti sedang mencintai manusia, minimal diri kita sendiri.

Dan dengan cinta itu, satu kata istimewa yang dapat membangun atau meluluhlantakkan bangunan diri yang sudah setengah jadi, semua bisa menjadi warna-warni tersendiri dalam rangkai hidup seorang anak manusia. Terserah dengan apa kita ingin menentukan warnanya. Yang jelas cinta pasti sudah bersemayam kokoh dalam relung-relung hati kita tanpa kita harus memintanya untuk lahir dan hadir.

Banyak orang mencintai banyak pula orang berhenti mencintai. Semuanya abstrak dan terjadi begitu saja. Dan aku pun hanya ingin mencintaimu seperti mereka mencintaimu. Itu saja.

Thursday, April 15, 2010

Ketika Akhirnya Kita Menjadi Takdir Itu Sendiri...


Mungkin suatu waktu kita pernah bermimpi untuk menjadi seorang yang begini dan begitu. Bahagia karena hal ini dan itu. Tertawa dan menangis hanya karena hal-hal khusus yang kita sekat sendiri keberadaannya. Yah.. Pada dasarnya Allah memang telah menciptakan terlalu banyak ruang untuk kita bisa tertawa, tersenyum, marah, bahkan sampai menangis sekalipun. Hanya seringnya, kitalah yang dengan ilmu tak seberapa ini mulai menyekati dan membatasi area bahagia dan lahan tertawa kita menjadi lebih sempit dan sesak. Sementara di sisi lain, tanpa kita sadari justru kita sedang melebarkan ruang menangis kita, jalan kesedihan kita, dan kekuatan marah kita.

Siapapun pasti mempunyai takdir, yang tentunya jelas berbeda antara makhluk yang satu dengan yang lainnya. Setiap takdir pasti mempunyai kompleksitas yang berbeda-beda. Hanya saja kekomplitan dari paket Allah yang bernama takdir ini sudah dijamin kelengkapannya. Ada presentase kebahagiaan yang sangat besar dan mendominasi di sana. Semua hal yang telah menjadi takdirNya memang pada hakikatnya adalah takdir bahagia. Dan tidak ada kata lain selain bahagia itu sendiri.

Berbicara masalah takdir, jujur Saya sering penasaran dengan apa yang akan Saya alami di waktu mendatang. Yah.. sering penasaran saja tentang apa yang Dia takdirkan untuk hidup Saya selanjutnya. Misalkan 5 tahun lagi.... Saya sering membayangkan akan jadi apa Saya 5 tahun mendatang (jika masih diberi hidup olehNya). Sudah menikahkah saya, akan menjadi ibu seperti apa nantinya untuk anak-anak Saya, dan sebagainya. Mungkin anda pun demikian. Sering membayangkan takdirNya akan mengenai anda seperti apa untuk masa mendatang nanti. Menurut Saya hal ini sah-sah saja selama kita tidak panjang angan-angan. Cukup dibayangkan memakai skala "kira-kira", tak perlu menggunakan preposisi "seandainya" dan verbal pemancing angan-angan lainnya.

Apapun yang sempat kita bayangkan dan perkirakan tentang diri kita sekarang di masa yang lalu, pada dasarnya inilah takdir kita. Pada apa yang telah mengenai hidup kita secara langsung di saat ini. Saat kita telah menjadi lakon utama dalam takdir kita sendiri. Dan kembali pada pembuka tulisan ini, Dia inginkan kita bahagia dalam presentase besar dalam takdirNya. Bahagia yang lahir dari rasa kesyukuran akan keputusanNya yang terbaik dan datang pada waktu yang baik. KetentuanNya yang paling tepat pada saat yang sangat indah pula. Dan tentunya kita dapat melihat semua keindahan takdirNya dengan hati yang tak pernah lelah untuk bersyukur atas segala pemberian dan nikmatNya.. yang terangkai dalam satu paket istimewa untuk kita... TAKDIR. Dan kita akan yakin sesuatu itu takdir kita manakala kita telah menjadi takdir itu sendiri.
Allahu'alam bi showab.

Friday, April 9, 2010

Menangislah... Dan Kau Akan Berbahagia

Untuk hati-hati yang merindukan damai dan tenang meliputinya, janganlah pernah merasa rendah atau buruk dengan aktifitas menangis kita. Menangis adalah nikmatNya yang luar biasa.


Masih ingatkah kapan terakhir kali kita menangis? Entah itu menangis bahagia, menangis pedih, atau bahkan menangis tanpa sebab seperti  yang sering dilakukan oleh kaum hawa. Ya.... karena buat perempuan, tak butuh terlalu banyak alasan untuk menangis. Tak perlu harus disakiti seperih-perihnya hanya untuk membuat kami menangis. Buat kami, menangis adalah suatu aktivitas batin yang tanda-tandanya dapat teridentifikasi oleh pihak eksternal.

Adakalanya kita menjumpai suatu masalah pelik yang (mungkin) menurut akal dan logika kita sudah sangat mustahil untuk dicari solusi dan diselesaikan dengan pemikiran manusia pada umumnya. Apakah yang dapat dilakukan lagi selain menangis dan menangis sembari berikhtiar tanpa putus mengharap Dia akan menyelesaikan dengan caraNya yang super dan Maha Dahsyat? Mungkin memang menangis itu bukan solusi akhir atas sebuah permasalahan. Tapi yang harus disadari di sini bahwa menangis adalah solusi konkret untuk mencari sedikit ketenangan dalam batin-batin penderita.

Berterimakasihlah pada Tuhan manakala kita masih dianugerahinya kemampuan yang cukup baik dalam menangis. Dengan menangis, jantung dan organ dalam kita yang lainnya masih terjaga dari penyakit-penyakit mematikan. Dengan menangis, tubuh kita menjadi lebih rileks dalam merespon ketidakberesan yang sesekali menjegal langkah kita untuk maju. Menangis itu adalah fitroh kita sebagai makhlukNya dengan kuasa yang sangat sedikit ini. Menangis bukanlah suatu hal yang memalukan jika tidak dilakukan dengan cara-cara yang memalukan.

Berbicara tentang kemampuan menangis, sebetulnya Saya pernah merasakan sangat tersiksanya menderita kelainan "tidak bisa menangis" selama beberapa tahun. Dan di situ Saya merasakan efek langsung yang sangat buruk pada kesehatan. Bayangkan saja, antara kepala dan hati seolah-olah putus hubungan dan menjadi tidak sinkron antara satu dengan yang lainnya. Manakala kepala sudah sangat penuh dan berjejal dengan segala muatannya, hati masih belum bisa mengakomodir untuk meluapkannya dalam bentuk aliran emosi (menangis). Toh pada akhirnya itu jusru berefek pada kondisi fisik yang memburuk. Dan bodohnya Saya baru sadar itu setelah hampir empat tahun. Dan selama itu pula Saya tidak pernah menangis!

Memang setelah itu Saya menyadari bahwa menangis pun butuh keterampilan khusus. Kita harus pandai memanage bagaimana agar proses menangis itu bermanfaat untuk diri kita dan tidak tercermin sebagai suatu hal yang memalukan. Ya... semua memang butuh proses karena hidup kita pun idealnya adalah rangkaian proses menuju manusia yang lebih dan lebih baik  lagi. So, jangan lelah untuk berproses, termasuk dalam urusan menangis.

Demikianlah perempuan. Perempuan adalah perempuan saat ia telah mampu menangis dengan benar dan pada tempatnya. Allahu'alam bishowab.