Friday, December 31, 2010

Hari Ini, Esok, dan Esoknya Lagi

 Hari ini...
Sepenuh hatiku bersyukur atas perkenaanNya dalam naunganNya mencari diri di setiap bilangan usia. Atas semua harapan yang telah membuncah dalam fajar yang semakin merekah ke permukaan. Alhamdulillaah...

Esok...
Di mana rahasiaNya akan kembali tersibak secara perlahan. Nyaris berbarengan dengan desis syukur di bibir ini.. yang semoga tak pernah kelu untuk itu, selalu.

Esoknya Lagi...
Pada semua ketidakpastian itu kemudian menjadi pasti dan layak untuk diyakini. Bersama orang-orang terkasih merajut sulaman hidup yang tak kan pernah terputus. Untuk diri ini dan diri yang lain lagi. Karna memang tak selamanya kita hidup untuk diri dan hati kita sendiri saja.


Sungguh luar biasa sekali ini, Tuhan... Pada setiap kesempatan yang Kau berikan, detakannya selalu sama. Getarannya selalu mirip. Hembusannya tak pernah berkurang. Terima kasih untuk nikmat yang tak kunjung putus. Semoga selalu seperti ini. Dan Aku tak pernah kehilangan cara untuk bersyukur... Karna nikmatMu selalu berwujud indah dan menentramkan....

Tuesday, October 5, 2010

Ini namanya Rindu, Benarkah Demikian...?

Bahagianya...
Kembali ke tanah basah tempat kaki-kaki kecilku pernah mencetak tapaknya pada memori yang sudah lewat
Riang sekali... Menghitung lumut yang terserak pada dinding-dinding batu yang telah usang
Menghabiskan masa kecil tanpa sisa senang yang terlewatkan
Hingga pada suatu sore Aku melihatmu, yang menginspirasi hidupku sebelum masa dewasaku hadir
 

Sebetulnya Aku tidak ingin kembali lagi ke sini
Karena hanya akan mengembalikan getaran adrenalinku saat membayangkan manisnya perhatianmu dulu
Saat dulu.. Kanak-kanak kita menghabiskan sore bersama
Denganmu dan yang lain juga...

Melihat ujung hijau beradu harmoni dengan birunya langit fajar
Seolah Aku hendak kembali mengetuk pintu rumahmu
Untuk kemudian membiarkan hatiku jatuh cinta lagi
Bermain cinta monyet seperti belasan tahun yang lalu... Bersamamu...


Sayangnya...
Maksud kedatanganku kali ini bukan untuk itu
Bukan, sama sekali bukan untuk itu
Karena, bagaimanapun Aku sadar bahwa semua sudah berbeda
Kita terpisah terlalu lama melewati ribuan petang yang semakin sirna
Rasa yang dulu sempat meramaikan masa kecil kita pun sudah terhapus oleh maraknya cita-cita yang menyesaki impian kita..

Saat kumelihatmu dalam balutan kedewasaan...
Ada yang masih mendesir di sini, dalam hati kecil ini..
Bahwa ternyata kau sudah tumbuh dengan amat baiknya melewati masa kritis remajamu
Kau hebat tapi semua sudah lewat
Tapi Aku yakin Aku bukannya pulang terlambat.... Bukannya pulang terlambat...

Begitulah skenarioNya..
Yang mempertemukan dan memisahkan kita untuk tujuan mulia
Maka, ijinkanlah Aku melihatmu lagi sekarang, sesaat sebelum janji suci itu kau lafalkan, untuknya...

Kamu...

Kamu... Ya Kamu!
Bisakah kamu berhenti mengeluh dan memulai untuk bersyukur?
Saya hanya ingin mendengar ungkapan kebahagiaanmu yang dulu sering kamu lantunkan.
Saat ayahmu membelikan hadiah termanis saat kelulusanmu
Atau ketika ibumu merestui hubunganmu dengan calon pendamping hidupmu...

Kamu... Ya betul, itu kamu!
Yang dulu selalu tidak punya alasan untuk menangis dan bersedih.
Bahkan dulu kamu sempat kuanggap sebagai makhluk Tuhan paling tegar yang pernah Dia ciptakan.
Banyak sekali polahmu yang kuamati dalam diamku.
Karena Aku benar-benar kagum atas segala keceriaanmu!

Kamu...
Yang selalu menguasai ranah kekagumanku, yang menjelajah penuh arah ambisiku..
Karena Aku ingin seperti kamu. Ingin seperti kamu!
Sosok manusia yang selalu punya ruang pribadi di sepertiga malammu..
Yang selalu mampu menciptakan keintiman luar biasa saat merayu Tuhan..




Kamu...
Apakah Kamu memang sedang kehilangan dirimu untuk saat ini?
Di kala Aku sering mendapati sajadah tak bertuan lagi saat malam hampir habis.
Atau lipatan mushaf yang belum juga beralih halaman dari minggu ke minggunya.

Kamu.. Kenapa?
Aku rindu Kamu yang dulu!

Tuesday, August 17, 2010

Susahnya Jadi Wanita Cantik......


 It's late in the evening; she's wondering what clothes to wear.
She puts on her make-up and brushes her long blonde hair.
And then she asks me, "  Do I look all right?"
And I say, "Yes, you look wonderful tonight."
Eric Clapton-Wonderful Tonight

Cantik, setiap wanita pasti ingin mendengarnya. Karena satu kata inilah yang membuat wanita tetap merasa eksis dan "ada" sebagai wanita. Tidakkah kau menyadarinya?
**********
Menurut pengamatan Saya, sudah tidak ada wanita buruk rupa di zaman ini. Semua wanita sudah berusaha tampil optimal untuk terlihat cantik. Melihat wanita di pinggir Mall sampe di pinggir mesjid, rasa-rasanya memang wanita adalah makhuk paling indah yang Allah pernah ciptakan (menurut opini perempuan nih ;p). Atau mungkin saat para kaum hawa mulai mematut dirinya di depan cermin... tak ada lain kecuali kekaguman atas dirinya sendiri. Herannya, parameter cantik bagi tiap manusia itu semakin hari semakin kabur alias ga jelas.
I am beautiful no matter what they say
Words can’t bring me down
I am beautiful in every single way
Yes, words can’t bring me down
So don’t you bring me down today
Christina Aguilera - Beautiful


Secara umum, mungkin yang beredar di masyarakat, untuk dapat dikatakan cantik, seorang wanita harus berkulit putih. Entah faham darimana dan menganut aliran apa, pokoknya harus putih. Padahal buat Saya, wanita berkulit hitam malah tampak lebih manis dan "Indonesia" banget (mgkn ini pembelaan atas warna kulit Saya sendiri, hehe). Dan akhirnya dengan anggapan yang sudah dibenarkan dalam masyarakat ini, semua wanita berlomba-lomba memutihkan kulitnya. Dari yang hanya bermodalkan lotion murah tiga ribu perak sampe serum pemutih yang harus disuntikkan dan bernilai jutaan serta harus berkali-kali pula. Cantik kok repot...

Wajah, kebanyakan dari kita (termasuk Saya) sangat membenci makhluk kecil bernama "jerawat". Di mana pun ia tumbuh, pasti membuat risau. Jelas ini yang mengganggu penampilan prima kita. Dengan jerawat, waktu berdandan kita menjadi lebih lama karena harus menyamarkannya dalam liquid foundation dan creamy foundation (padahal ga semua merk ada produk ini). Untunglah teknologi sekarang sudah canggih. Jerawat tidak lagi dicungkil-cungkil dapat menyababkan bekasnya lebih buruk dari jerawatnya. Pasrahkan saja perawatan wajah pada ahlinya. Semua beres. Lagi-lagi cantik pun harus mahal...

Tubuh, banyak wanita mengeluhkan berat badannya. Entah mulanya darimana ada standar langsing itu lebih baik daripada tidak langsing. Dan itulah menyebabkan menjamurnya iklan teh hijau dan susu bebas lemak di tivi. Propaganda untuk menjadikan wanita Indonesia langsing-langsing mulai bertebaran. Padahal Saya suka melihat wanita -cenderung- dengan berat badan sedikit berlebih (sudah lama ingin begini....:|). Sepertinya semua asupan yang dikonsumsi ada hasilnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Tapi sekali lagi, penilaian itu seperti sudah distandardisasi bahwa wanita cantik ya harus langsing. Maka, cantik itu sekali lagi menjadi hal yang sulit dicapai...

Lantas,kalo sekarang Saya adalah seorang wanita gemuk, pendek, hitam, dan penuh jerawat... apakah ada yang masih mengatakan Saya cantik?


What a girl wants, what a girl needs
Whatever makes me happy and sets you free.
And I'm thanking you for knowing exactly.
Christina Aguilera - What A Girl Wants

Thursday, July 8, 2010

Menikmati "Kehilangan"

Banyak manusia yang akan menjawab tidak siap jika ditanya perihal kesiapannya untuk kehilangan. Kehilangan, apapun konteksnya tetaplah bukan suatu hal mengenakkan. Berbicara masalah kehilangan, tentunya kita akan berpikir pada konsep dasar antara “yang semula ada, menjadi tidak ada. Yang semula punya, menjadi tidak punya”. Dan tidak semua manusia memiliki kedewasaan yang cukup untuk menikmati “kehilangan” itu apalagi untuk kemudian mencintai rasa hilang tersebut.

Kalau membahas masalah teorinya, kehilangan itu adalah suatu keniscayaan yang pasti akan dirasakan oleh setiap manusia. Spontanitas yang kemudian timbul akibat kehilangan itu pun otomatis akan beraroma sedikit, bahkan mungin banyak yang negatif. Mungkin itu akibat “ke-belumbiasa-an” akan ketidakpunyaan dari yang semula punya atau ketiadaan dari yang semula ada.

Sebetulnya tidak ada kesalahan mutlak dalam merespon sesuatu, seperti halnya respon kita terhadap kehilangan. Karena pada dasarnya, tidak ada manusia yang sudah mempersiapkan hatinya sebelum kehilangan itu datang. Ya… jelas karena kehilangan tak pernah mengenal pamit terlebih dahulu sebelum kedatangannya. Namun yang pasti, setiap kehilangan pasti akan mengantarkan kita pada suatu pemberian lain, karena Allah akan mengganti kehilangan-kehilangan kita dengan pencapaian yang lebih baik dari sebelumnya. Intinya adalah bagaimana kita tetap bisa berhusnudzon billah pasca kehilangan-kehilangan yang cukup memedihkan itu.

 Anyway, kehilangan adalah salah satu media dari Allah untuk mengajarkan betapa pentingnya kita harus mensyukuri pemberianNya dan betapa mulianya ikhlas pasca Dia mengambil kembali milikNya. Dan itu menunjukkan betapa lemah dan rapuhnya manusia. Karena senang dan susahnya manusia ternyata sangat bergantung pada Allah saja, dan bukan makhlukNya.



Oleh karena itu, tak perlulah kita banyak merekayasa untuk membuat skenario kehilangan kita yang telah Allah rancang menjadi gagal. Mungkin lebih baik jika kita mampu mempersiapkan diri agar siap siaga menyongsong kehilangan itu dan kemudian bangkit dengan segala ke-husnudzon-an kita akan pemberian yang lebih baik pasca kehilangan kita tersebut. Allahu’alam bishowab

Monday, May 24, 2010

Tentang Hati -episode mimpi-

 Masih tentang mimpi yang dulu!
Mimpi yang bahkan belum sempat aku menyelesaikan mensketsanya....




 Impian kanak-kanak yang masih sangat melekat erat dalam ingatanku
Tumbuh menjadi seorang wanita pekerja yang luar biasa sibuknya
Sosok mandiri dan serba bisa tanpa perlu berkata "tolong..." untuk menyelesaikan segalanya

 
 Sayangnya....
Meski itu hanya mimpi tetap saja melelahkan. Sangat melelahkan!


Ada yang membisikkan petuah singkat di telingaku... Pelan, namun sangat membekas:
"Itu bukan fitrah kamu sebagai wanita.. Bagaimana pun kamu butuh kehadiran orang lain untuk melengkapi hidupmu dan memenuhi kebutuhanmu. Kamu butuh kehadiran manusia lain untuk kau cintai dan mencintaimu..."
Memang benar,
Hidup tak pernah mengenal siaran tunda. Buktinya pesan itu tak berulang.
Ditunggu pun tak kunjung datang...

***

Ternyata hidupku justru dimulai dari situ, dari sepenggal mimpi yang belum sempat kulanjutkan dan kutentukan endingnya. Mimpi yang untuk sebagian orang mengejarnya mati-matian, namun tidak denganku...
Aku justru menolak mimpi itu habis-habisan.
Dan aku bangga denganku sekarang, bukan sebagai Sang Pengejar mimpi, melainkan sebagai Sang Penolak mimpi...
Karena mimpi itu akan lebih baik jika tak bertemu denganku pada muaranya..














***
Dan monolog itu kembali dimulai
"Kejarlah dan berdoalah.. Agar dia lekas menemukanmu.."
"Siapakah dia?"
"Dia adalah laki-laki yang juga sedang mati-matian menolak mimpinya untuk memiliki pendamping hidup seorang wanita karir...."


*utkmu... wanita yg sdg berusaha utk menjadi seorang wanita karir, dan bukan wanita pekerja...*

Thursday, May 20, 2010

Tentang Hati -episode luka-

Atas nama luka dan ketidakterimaan yang masih berkecamuk, kumohon...

Berhenti saja kau mencintaiku jika hanya keterbatasan yang kau berikan,
Cukupkan saja perasaanmu jika dengannya kau hanya mampu memproduksi kata-kata menyakitkan,
Sudahi semuanya jika memang saat ini kau berada di kubu yang berseberangan denganku.



Dan kini, di saat ketidakberdayaan mulai menjejali separuh tubuhku,
Kesepian panjang mulai mendera,
Dan perlahan..
Aku menyesal pernah menjadi orang yang kau cinta.

Tak selamanya dalam cinta ada ruang tertawa yang luas,
di satu sisi hati telah menyusun standar bahagia yang tak terjangkau,
di sisi lain akal telah mematahkan satu demi satu parameter bahagia sang hati,
dalam wujud prasangka....






Yang jelas memang tak ada bahagia dalam luka yang masih menganga....

Sunday, May 9, 2010

Bahasa Langit session 2 -Gerhana-

Masih...
Dalam kekagumanku yang semakin dalam akibat rasa penasaranku ini, Tuhan seperti memberi cahaya itu meski redup dan sedikit. Rasa-rasanya dalam waktu dekat aku akan dipertemukannya dengan dia. Bukan cuma harap-harap kosong tanpa tanda.
 
Siang ini...
Entah ada angin apa Tuhan tiba-tiba menitahku untuk keluar. Ya, siang ini! Bukan malam yang biasanya jatahku bertugas. Benakku jelas tak mampu menerimanya dengan sekilas. Namun, aku sudah terlanjur bahagia dan tak punya waktu lagi untuk mencari-cari alasannya. Yang penting, siang ini akan menjadi momen terindah dalam hidupku. Bersolek secantik mungkin untuk dapat menyeimbangi kehangatan parasnya...

Dan saatnya tiba...
Kukeluar menemuinya dan kutangkap sosok itu. Sosok yang ramai dibicarakan para penduduk bumi. Kegagahannya tertangkap oleh semua mata yang memandangnya. Ketulusannya terpendar merata pada setiap relung cahaya yang menghidupi pepohonan. Dan kekhasan senyumnya memang sangat melegakan... Dalam hati kumemuji diriku sendiri bahwa memang tak pernah salah hatiku memilihnya untuk kucintai!

Perlahan kumendekat..
Dia pun datang padaku dengan tetap tertunduk namun menenangkan. Dekat.. dan terus mendekat... Dan disitulah awal perkenalan kami.  11 menit berlalu tanpa kata. Hanya rasa yang terus bergetar menyisipkan segenggam asa yang mulai menguat. Aku bahagia. Saat diamya kami bertemu hanya dalam tunduk, dalam kelu, dan dalam haru. Cukup bagiku untuk bersamanya. Dalam gerhana singkat yang entah kapan akan terjadi lagi. Menjadi momen bagi rembulan ini untu bisa merasakan berdebar saat bisa menyatu dengan sang pujaan, mentari itu.

Benar bahwa tak ada yang tak mungkin untuk Tuhan. Tatkala seluruh makhluk memungkiri kami dapat bersama, nyatanya Tuhan tetap dapat membuatnya menjadi mungkin.
Terima kasih Tuhanku, padaMu kutitipkan dia... untuk senantiasa menjadi sesuatu yang hebat di hadapanku...

Wednesday, April 28, 2010

Aku Hanya Ingin Mencintaimu Seperti Mereka Mencintaimu...

Aku ingin menjadi mentari bagimu hanya jika mentari itu dapat menghangatkanmu dan tidak membakarmu. Aku pun dapat menjadi langit untukmu hanya jika langit dapat memayungimu dalam keteduhan yang menyejukkan. Aku ingin menjadi tanah tempatmu berpijak dan sungai tempatmu melepas dahaga pada ujungnya hingga menjadi kehidupan untuk sesama....

Mungkin memang setiap makhluk punya cara khusus dalam mencintai makhluk yang lain. Pada seorang ibu yang rela menggigil dalam gelapnya malam dan merelakan kehangatan selimutnya untuk menutupi sosok kecil di sebelahnya atau keriput tajam Seorang laki-laki yang masih tersengal mendorong gerobak kayu di teriknya matahari demi tuntasnya lapar anak istrinya sudah cukup membuatku merasa sarat akan ketakjuban. Mungkin begitulah bahasa cinta yang mereka sampaikan pada obyeknya. Tak perlu banyak kata, tak perlu banyak warna... karena cinta yang penting dilaku dulu.

Dicintai bisa memang menjadi sangat nyaman atau justru sebaliknya. Menggengam pasir terlalu erat justru membuat pasir itu akan berjatuhan dari sela-sela jemari. Dan membiarkan telapak tangan yang berisi pasir untuk tetap terbuka pun akan membiarkan angin untuk menerbangkannya dengan segera. Membuat pasir untuk terus berada di telapak tangan kita memang butuh suatu cara yang unik. Yang melindungi namun tidak menjerat habis. Yang memberi ruang namun tidak melepaskan. Demikianlah kita dalam mencintai.

Uniknya makhluk Tuhan yang berjudul manusia ini, mereka selalu punya manusia lain untuk dicintai. Mereka selalu punya obyek lain untuk diperhatikan dan ditinggikan selain dirinya sendiri. Karena itulah cinta menjadi fitrah bagi manusia. Karena secara sadar ataupun tidak, kita pasti sedang mencintai manusia, minimal diri kita sendiri.

Dan dengan cinta itu, satu kata istimewa yang dapat membangun atau meluluhlantakkan bangunan diri yang sudah setengah jadi, semua bisa menjadi warna-warni tersendiri dalam rangkai hidup seorang anak manusia. Terserah dengan apa kita ingin menentukan warnanya. Yang jelas cinta pasti sudah bersemayam kokoh dalam relung-relung hati kita tanpa kita harus memintanya untuk lahir dan hadir.

Banyak orang mencintai banyak pula orang berhenti mencintai. Semuanya abstrak dan terjadi begitu saja. Dan aku pun hanya ingin mencintaimu seperti mereka mencintaimu. Itu saja.

Thursday, April 15, 2010

Ketika Akhirnya Kita Menjadi Takdir Itu Sendiri...


Mungkin suatu waktu kita pernah bermimpi untuk menjadi seorang yang begini dan begitu. Bahagia karena hal ini dan itu. Tertawa dan menangis hanya karena hal-hal khusus yang kita sekat sendiri keberadaannya. Yah.. Pada dasarnya Allah memang telah menciptakan terlalu banyak ruang untuk kita bisa tertawa, tersenyum, marah, bahkan sampai menangis sekalipun. Hanya seringnya, kitalah yang dengan ilmu tak seberapa ini mulai menyekati dan membatasi area bahagia dan lahan tertawa kita menjadi lebih sempit dan sesak. Sementara di sisi lain, tanpa kita sadari justru kita sedang melebarkan ruang menangis kita, jalan kesedihan kita, dan kekuatan marah kita.

Siapapun pasti mempunyai takdir, yang tentunya jelas berbeda antara makhluk yang satu dengan yang lainnya. Setiap takdir pasti mempunyai kompleksitas yang berbeda-beda. Hanya saja kekomplitan dari paket Allah yang bernama takdir ini sudah dijamin kelengkapannya. Ada presentase kebahagiaan yang sangat besar dan mendominasi di sana. Semua hal yang telah menjadi takdirNya memang pada hakikatnya adalah takdir bahagia. Dan tidak ada kata lain selain bahagia itu sendiri.

Berbicara masalah takdir, jujur Saya sering penasaran dengan apa yang akan Saya alami di waktu mendatang. Yah.. sering penasaran saja tentang apa yang Dia takdirkan untuk hidup Saya selanjutnya. Misalkan 5 tahun lagi.... Saya sering membayangkan akan jadi apa Saya 5 tahun mendatang (jika masih diberi hidup olehNya). Sudah menikahkah saya, akan menjadi ibu seperti apa nantinya untuk anak-anak Saya, dan sebagainya. Mungkin anda pun demikian. Sering membayangkan takdirNya akan mengenai anda seperti apa untuk masa mendatang nanti. Menurut Saya hal ini sah-sah saja selama kita tidak panjang angan-angan. Cukup dibayangkan memakai skala "kira-kira", tak perlu menggunakan preposisi "seandainya" dan verbal pemancing angan-angan lainnya.

Apapun yang sempat kita bayangkan dan perkirakan tentang diri kita sekarang di masa yang lalu, pada dasarnya inilah takdir kita. Pada apa yang telah mengenai hidup kita secara langsung di saat ini. Saat kita telah menjadi lakon utama dalam takdir kita sendiri. Dan kembali pada pembuka tulisan ini, Dia inginkan kita bahagia dalam presentase besar dalam takdirNya. Bahagia yang lahir dari rasa kesyukuran akan keputusanNya yang terbaik dan datang pada waktu yang baik. KetentuanNya yang paling tepat pada saat yang sangat indah pula. Dan tentunya kita dapat melihat semua keindahan takdirNya dengan hati yang tak pernah lelah untuk bersyukur atas segala pemberian dan nikmatNya.. yang terangkai dalam satu paket istimewa untuk kita... TAKDIR. Dan kita akan yakin sesuatu itu takdir kita manakala kita telah menjadi takdir itu sendiri.
Allahu'alam bi showab.

Friday, April 9, 2010

Menangislah... Dan Kau Akan Berbahagia

Untuk hati-hati yang merindukan damai dan tenang meliputinya, janganlah pernah merasa rendah atau buruk dengan aktifitas menangis kita. Menangis adalah nikmatNya yang luar biasa.


Masih ingatkah kapan terakhir kali kita menangis? Entah itu menangis bahagia, menangis pedih, atau bahkan menangis tanpa sebab seperti  yang sering dilakukan oleh kaum hawa. Ya.... karena buat perempuan, tak butuh terlalu banyak alasan untuk menangis. Tak perlu harus disakiti seperih-perihnya hanya untuk membuat kami menangis. Buat kami, menangis adalah suatu aktivitas batin yang tanda-tandanya dapat teridentifikasi oleh pihak eksternal.

Adakalanya kita menjumpai suatu masalah pelik yang (mungkin) menurut akal dan logika kita sudah sangat mustahil untuk dicari solusi dan diselesaikan dengan pemikiran manusia pada umumnya. Apakah yang dapat dilakukan lagi selain menangis dan menangis sembari berikhtiar tanpa putus mengharap Dia akan menyelesaikan dengan caraNya yang super dan Maha Dahsyat? Mungkin memang menangis itu bukan solusi akhir atas sebuah permasalahan. Tapi yang harus disadari di sini bahwa menangis adalah solusi konkret untuk mencari sedikit ketenangan dalam batin-batin penderita.

Berterimakasihlah pada Tuhan manakala kita masih dianugerahinya kemampuan yang cukup baik dalam menangis. Dengan menangis, jantung dan organ dalam kita yang lainnya masih terjaga dari penyakit-penyakit mematikan. Dengan menangis, tubuh kita menjadi lebih rileks dalam merespon ketidakberesan yang sesekali menjegal langkah kita untuk maju. Menangis itu adalah fitroh kita sebagai makhlukNya dengan kuasa yang sangat sedikit ini. Menangis bukanlah suatu hal yang memalukan jika tidak dilakukan dengan cara-cara yang memalukan.

Berbicara tentang kemampuan menangis, sebetulnya Saya pernah merasakan sangat tersiksanya menderita kelainan "tidak bisa menangis" selama beberapa tahun. Dan di situ Saya merasakan efek langsung yang sangat buruk pada kesehatan. Bayangkan saja, antara kepala dan hati seolah-olah putus hubungan dan menjadi tidak sinkron antara satu dengan yang lainnya. Manakala kepala sudah sangat penuh dan berjejal dengan segala muatannya, hati masih belum bisa mengakomodir untuk meluapkannya dalam bentuk aliran emosi (menangis). Toh pada akhirnya itu jusru berefek pada kondisi fisik yang memburuk. Dan bodohnya Saya baru sadar itu setelah hampir empat tahun. Dan selama itu pula Saya tidak pernah menangis!

Memang setelah itu Saya menyadari bahwa menangis pun butuh keterampilan khusus. Kita harus pandai memanage bagaimana agar proses menangis itu bermanfaat untuk diri kita dan tidak tercermin sebagai suatu hal yang memalukan. Ya... semua memang butuh proses karena hidup kita pun idealnya adalah rangkaian proses menuju manusia yang lebih dan lebih baik  lagi. So, jangan lelah untuk berproses, termasuk dalam urusan menangis.

Demikianlah perempuan. Perempuan adalah perempuan saat ia telah mampu menangis dengan benar dan pada tempatnya. Allahu'alam bishowab.

Wednesday, March 24, 2010

Karena Kupercaya Tuhanku Kan Memungutku Dari Sini....

 Ijinkan Aku Memunguti Puing-puing itu. Dari patahan-patahannya yang masih kuharap bisa kurangkai menjadi istana kecilku. Meski sulit dan semua tampak serba tak mungkin, Aku yakin pada sedikit cahaya samar yang mungkin Tuhan sampaikan untukku sebagai petunjukNya. Jika memang nafas ini masih berhembus, meski tersengkal pasti kan kutempuh lajur itu. Meski jalan ini sempit dan terkesan mengerikan, tapi Aku sungguh ingin sampai lekas pada ujungnya dan menjumpai orang-orang yang kucintai dengan raut bahagianya.

Mungkin bahagiaku sekarang bukanlah yang terpenting. Karena tanpa kusadari, Aku sudah menjadikan diriku sendiri mesin tanpa hati dan kepala. Sering tak mampu berfikir jernih karenaku sudah terlalu penat dan sesak. Apalagi hati. Aku pun sudah lupa kapan terakhir kali Aku menggunakannya. Namun biarlah, jika memang makhluk bermesin ini mampu mengumpulkan reruntuhan itu dengan lebih cepat. Aku akan ridho menjadikannya seperti mesin sungguhan. Meskipun dengan ini, Aku harus melupakan diriku sendiri...

Dan sekarang, Aku masih sibuk merayu Tuhan. Terus merajuk pada setiap detik penghambaanku. Aku berharap akan datang suatu keajaiban dengan lekas dan segera. Keajaiban yang dapat mendorongku untuk terus maju dan melangkah. Meski harus merayap, merangkak, dan terus mengiba.... Namun semoga lekas pada ujungnya. Ujung jalan yang selama ini hanya mampu kubayangkan keindahannya. Seperti keindahan yang dipunyai mereka yang dianugerahiNya keindahan tanpa batas. Dan sampai sekarang pun Aku masih mempercayainya..

Bahwa Tuhanku akan memungutku dari tempat ini, suatu saat nanti...
Tuhanku akan mengangkatku pada derajat kemuliaan seperti yang Ia janjikan...
Aku percaya!

Friday, March 19, 2010

Biarkan Cinta Menemukan Jalannya Sendiri....

Ada ribuan hati yang patah, remuk, dan luruh dengan berbagai sebab dan alasan yang beragam. Ada genangan airmata dan tangisan yang pecah dari batin para manusia yang mengalami kegagalan dalam percintaannya. Kadang Saya berfikir mengapa mereka sebegitu menderitanya dengan mengatasnamakan cinta semata. Saya pun tak habis pikir mengapa sampai ada orang yang meletakkan dirinya jauh lebih rendah daripada kedudukan cinta itu sendiri sehingga hidupnya menjadi mudah dikendalikan oleh titah cintanya.

Tidak ada mekanisme baku untuk menumbuhkan atau memusnahkan cinta itu sendiri. Setiap orang berhak untuk memiliki cara yang berbeda satu dengan yang lain selama itu masih dalam koridor syar'i yang tepat. Hanya saja, memang prosedur menumbuhkan dan memusnahkan cinta ini sangat terpengaruh pada kadar kematangan seseorang. Idealnya, seseorang harus bisa menempatkan cinta itu dalam posisi dan porsi yang tepat. Minimal ia harus mampu menyejajarkan dirinya dengan kedudukan rasa cintanya sendiri agar cinta itu tetap dapat terkontrol. Lebih bagus lagi ketika ia mampu menempatkan dirinya dalam kedudukan yang lebih tinggi dari cinta tersebut. Dengan demikian, ia menjadikan cinta tadi sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan dan bukan justru sebaliknya.

Namun, yang terjadi dewasa ini mungkin justru sebaliknya. Banyak orkes patah hati berserakan di mana-mana. Manusia-manusia gagah yang semula berapi-api dalam menyuarakan idealismenya pun tak sedikit yang terhempas hanya karena mereka kurang bisa menempatkan diri di hadapan perasaan cintanya. Nafas-nafas penuh semangat tadi menjelma drastis menjadi desahan romantisme picisan bertemakan patah hati. Dan selanjutnya, jangan ditanya apa jadinya manusia-manusia gagah tadi. Tak jauh beda dengan lakon utama dalam telenovela usungan barat sana. Super melankolis!

Spesial untuk seluruh hati yang memang sedang dirundung melankolisme dengan background berwarna merah jambu ini, semoga masih dapat sedikit meninggikan posisi hatinya masing-masing di hadapan perasaan cintanya sendiri. Tak perlu kita siapkan ruang terlalu lapang yang dimaksudkan agar cinta itu bisa masuk dengan leluasa untuk kemudian menguasai hidup kita, apalagi untuk mendominasi hati dan pikiran. Karena, jika memang Dia telah menakdirkan cinta itu untuk lahir (tentu saja dengan cara yang Dia inginkan), maka cinta itu akan lahir dengan sendirinya. Cinta itu akan mengalir hangat dalam setiap pembuluh darah kita dan tentunya menjadikan hidup kita lebih istimewa dari sebelumnya. Allahu'alam bishowab.

Percayalah, bahwa Dia telah menyiapkan jalan terbaik untuk cinta agar cinta itu dapat menemukan kita dengan sendirinya...

Wednesday, February 24, 2010

Saat Harus Berhenti Mencintai...

  Adakah dalam mencintai kita merasa kelelahan? Merasa tak mampu lagi untuk meneruskannya? Atau bahkan sudah mendeklarasikan kata menyerah dan putus asa? Jika kita memang telah merasa demikian, mungkin saja kita telah masuk dalam daftar pecundang-pecundang sejati yang tidak bisa mencintai dengan selayaknya. Memang dalam urusan mencintai tidak ada hitungan untung-rugi, menang-kalah, ataupun benar-salah. Tapi, manakala kita keliru dalam menyematkan rasa tersebut, dapat dipastikan imbasnya akan panjang dan kemana-mana.

Mencintai bukanlah proses singkat yang dapat dilakukan oleh semua orang. Namun, dengan ujubnya manusia sering mengatakan bahwa ia telah dapat mencintai seseorang dengan sepenuh hati, sesaat kemudian sebelum ia mengatakan telah berhenti mencintai dan mulai membencinya. Maka, tak heran jika manusia-manusia ini sering mempermainkan hatinya sendiri untuk mencintai dan kemudian membenci secara bersamaan. Memang, tidak ada yang kekal di dunia ini, termasuk perasaan cinta dan benci itu sendiri. Itulah mengapa kita tidak boleh mencintai seseorang dalam porsi berlebih karena mungkin pada masa yang akan datang orang tersebut akan menjadi orang yang kita benci, dan sebaliknya.

Mencintai memang dapat dilakukan oleh semua orang, namun mencintai dengan benar tidak dapat dilakukan oleh banyak orang (termasuk juga saya). Seperti sudah saya tulis pada postingan sebelumnya, mencintai memang membutuhkan energi yang luar biasa. Sehingga senada dengan apa yang telah ditulis oleh ust. Anis Matta dalam "serial cinta"nya bahwa mencintai adalah pekerjaan orang kuat. Tidak sembarang orang mampu melakukannya meski hampir semua orang mampu mendeklarasikannya. Karena mencintai adalah suatu aktifitas, bukan hanya pengakuan. Idealnya sebuah aktifitas, ia pasti selalu butuh energi, kekuatan, dan niat yang jelas untuk mengeksekusinya atau aktifitas itu menjadi gagal untuk dilakukan.

Berbicara masalah parameter keberhasilan dalam mencintai, terlepas dari cinta yang sampai atau tidak, hendaklah kita mendasarkan diri bahwa mencintai adalah suatu proses, bukan hasil akhir. Dan uniknya proses ini, (menurut saya) mencintai tidak pernah menuntut hasil akhir apapun untuk menentukan kesuksesannya. Layaknya sebuah proses, maka ia hanya menuntut suatu kebaikan yang barokah dalam proses tersebut. Kebaikan yang dapat mendatangkan kebaikan yang lainnya lagi. Itulah sesungguhnya inti dari proses mencintai (versi saya).

Mencintai layaknya mengeluarkan segala kebaikan yang ada dalam diri seorang pecinta untuk kemudian membaikkan orang-orang yang dicinta. Tidak ada unsur keterpaksaan dan pamrih lain di sana. Mencintai adalah aktifitas tanpa pamrih yang cukup menyita hati dan mengikis jejaring perasaan. Meskipun adakalanya kikisan dalam perasaan itu makin banyak dan menyakitkan, demikianlah cinta mengajak sang empunya perasaan untuk dewasa dan ikhlas. Ya, karena dalam proses ini butuh pembelajaran yang lama dan luar biasa. Bagaimana kita sakit dan "terpaksa" tidak membenci orang yang telah menolak cinta kita adalah salah satu runtutan terberat dalam proses ini. Karena memang mencintai tidak pernah mengharapkan apapun selain kebahagiaan dari orang-orang yang dicinta. Dan mencintai tak bisa diartikan apapun selain proses itu sendiri. Jadi, bukanlah mencintai jika masih ada proses mencintai dan membenci secara bersamaan pada objek yang sama. Karena perasaan benci itu akan memonopoli hati para pecinta manakala hasrat untuk memiliki tak sampai pada realitanya. Dan sekali lagi, pamrih itu bukanlah cinta. Berhenti mencintai bukan karena cinta kita tak sampai, bukan pula karena ia tak pantas lagi untuk dicintai. Berhenti mencintai hanya dapat terjadi jika orang yang kita cinta lebih bahgaia bersama dengan orang yang dia cintai... dan itu bukan kita!
 
Allahu'alam bishowab

Sunday, February 21, 2010

Redup dan Mereduplah, Asal Jangan Sampai Mati...


Dalam kehidupan, adakalanya kita mengalami kelelahan yang luar biasa dan tak jarang membuat kita merasa ingin berhenti saja dari semua rutinitas yang ada. Ingin menjebol stigma rutinitas yang kita anggap telah membelenggukan diri kita dari segala bentuk kreatifitas yang "tampak offline" dari lingkungan sekitar kita. Inginnya kalau sudah dalam kondisi seperti ini, serta merta langsunglah telunjuk kita menuding pada kondisi sekitar, rekan kerja, bahkan atasan kita sebagai penyebab utama matinya kreatifitas kita yang belum juga tampak tersebut (semoga memang ada dan belum tampak, bukan karna tidak ada sungguhan).

Jika spontanitas kita justru langsung menuding pihak eksternal di luar diri kita sebgai penyebab utama kemandegan kreatifitas kita, maka selamanya bukan kita yang akan menentukan nasib kita ke depannya dan efek lebih dalamnya adalah kita pulalah yang dengan sadar telah menggantungkan standar bahagia pada diri orang lain. Sesuatu yang tidak seharusnya kita lakukan. Karena idealnya diri kita sendirilah yang menentukan iklim dalam hati kita sendiri. Suasana apapun yang akan bergolak di dalamnya adalah tergantung bagaimana kita dalam menyetel suhu yang tepat untuk keberadaan hati kita, dan tentunya ini akan mengimbas pada mood kita juga.

Tidak pernah ada standar baku kesedihan untuk sebuah kemalangan dan standar baku kebahagiaan untuk sebuah kemujuran. Setiap hati manusia punya takaran masing-masing yang saling berbeda satu sama lainnya. Maka, kadar kesedihan dan kebahagiaan tiap individu pun akan berbeda meski diketahui penyebabnya sama. Semua sangat berkaitan erat dengan karakter dasar dan kedewasaan seseorang dalam menyikapi ujian demi ujian yang diberikan oleh Tuhannya.

Bersinarlah seterik mentari meski banyak manusia memperolok keterikannya. Bercahayalah sebenderang mentari di saat semua manusia merasa silau akan pendarnya. Toh, semua itu hanya opini manusia. Nyatanya, saat mentari tak muncul mereka akan mencari-cari karena membutuhkannya. Lantas, apalagi yang harus diperdebatkan tentang opini manusia selain subjektifitas dan egoisitas belaka? Apalagi untuk opini-opini yang semakin meredupkan sinar kita untuk ke depannya. Berhentilah mendengar untuk sesuatu yang justru akan semakin meremukkan kekokohan individu kita yang sudah dibangun selama lebih dari dua dasawarsa (untuk yang masih berumur 20 tahun-an).

Dan pada akhirnya semua memang akan kembali kepada kita sebagai suatu kesatuan pribadi yang kokoh. Pilihan untuk menjadi manusia yang seperti apapun ada pada diri kita masing-masing. Hanya saja, jika boleh saya mengidentifikasikan diri kita sebagai mentari, yang pada saat teredup dalam kehidupan ini pun ia masih dapat memberikan pesonanya dalam bentuk yang lain lagi, rembulan. Karena begitulah hakikatnya diri kita, selalu memberi kemanfaatan untuk makhluk-makhluk lain di luar diri kita sendiri, bagaimanapun adanya kita. Tak perlu menunggu senang untuk membahagiakan orang lain dan tak perlu menunggu kaya untuk memberi orang lain. Tidak perlulah pula kita banyak mengkalkulasi untung-rugi dalam menolong sesama.

Dan jika kita kini sedang berada dalam masa-masa redup kita, maka mereduplah untuk kemudian memberikan pesona redup kita pada sekitar kita. Jangan pernah sedikitpun terlintas untuk berhenti bercahaya dan memberi. Karena kita adalah anugerah luar biasaNya yang diciptakan untuk membuat segalanya menjadi luar biasa...

Allahu'alam bishowab.

Friday, February 12, 2010

Karena Kita Tidak Bisa Mengubahnya Menjadi Seperti Apa yang Kita Ingini...

Kadang, untuk mencerna bahasa cintaNya kita butuh terlalu banyak ruang untuk merenung dan sendiri
Tak jarang pula harus berpayah-payah dahulu hanya untuk membalik persepsi kita bahwa Dia sedang menyampaikan cintaNya yang luar biasa. Karena seringnya kita malah mengecilkan hati dan menganggapnya sebagai suatu bentuk kecuranganNya. Atau mungkin juga kita membuat itu sebagai hukuman dan konsekuensi atas kesalahan-kesalahan kita di masa lalu.

Sebetulnya tidak akan ada justifikasi benar-salah dalam perkara ini, karena persepsi adalah buatan akal manusia. Dan persepsi bukanlah suatu harga mati atas sebuah kenyataan yang ada. Itulah sebabnya mengapa persepsi setiap orang bisa berbeda-beda. Semua tergantung dari sisi mana kita melihat dan memperkarakannya. Ada yang terlalu ambil pusing dan melihat semuanya buntu, namun tak jarang pula yang melihatnya sebagai suatu hal yang sepele bahkan mengabaikannya. Kembali lagi pada persepsi tadi, seringkali kita menemukan siapa diri kita yang sebenarnya justru dari cara kita mempersepsikan sesuatu hal.

Apapun yang Allah kirimkan kepada kita sejatinya adalah apa yang kita butuhkan. Meski teorinya saja yang kelihatannya mudah, prakteknya... Masya Allah, tidak akan semudah ini!
Saat Allah mengantarkan sesuatu hal pada kita yang dapat membuat kita terluka, Allah tahu bahwa kita butuh menangis pada saat itu. Minimal untuk melembutkan hati kita, atau justru ingin membantu kita menjadi hamba yang senantiasa merajuk padaNya (karena biasanya manusia akan merajuk dan berdoa dengan sungguh-sungguh dengan penghambaannya pada saat terluka). Sunatullah, keterbutuhan kita akan Dia seringkali terasa pada saat kehancuran dan kesakitan. Meski apa yang dirasa begitu pahit, namun keintiman denganNya saat mengadukan segala keluh kesah kita dapat memaniskan lara kita..hingga tidak ada jalan lain kecuali berdamai dengan takdir itu sendiri

Sudah waktunya kita menyadari bahwa di antara kepahitan yang bersemayam di jiwa-jiwa kita, masih banyak rangkaian kebahagiaan yang akan menyapa kita setelah ini. Dan semua ini adalah skenarioNya yang akan memoles kita menjadi makhluk-makhluk berkualitas yang akan Dia banggakan kepada malaikat-malaikatNya kelak. Jika sakit yang (mungkin) sedang  dirasakan justru akan berakhir dengan kemuliaan, mengapa tidak kita lalui saja dengan segera dan bergegas menyongsong kebahagiaan itu?

Takdirnya memang selalu menjadi misteri yang pasti akan kita jelang
Takdirnya selalu sakit pada waktunya dan indah pada masanya
Takdirnya yang dapat memotivasi kita
menjadi manusia yang lebih buruk atau lebih baik
Takdirnya yang selalu luar biasa dan mengejutkan
Dan semoga persepsi kita akan takdirNya tetap
menjadi suatu hal yang positif..karena kita tidak bisa mengubahnya menjadi seperti apa yang kita ingini...
Allahu'alam bishowab.

Wednesday, January 27, 2010

Bahasa Langit

Waktunya bertugas!
Dan aku pun beranjak setengah berlari memenuhi jadwal harianku
Sore menjelang petang aku bersolek untuk memberi keindahanku pada khalayak
Menemani banyak pezina di pojok taman yang sedang menikmati dosanya
Menyaksikan banyak kejahatan manusia-manusia berakal pendek
dan banyak pemandangan memuakkan lainnya
Jujur saja, sebetulnya aku sangat enggan untuk meneruskan pekerjaan malam ini
Tapi sepertinya aku sudah tak punya pilihan lain kecuali tetap bekerja meski berat
Karena aku sudah terlanjur kontrak mati dengan Tuhan
Dan satu-satunya yang membuatku bersemangat saat memulai pekerjaan ini adalah... dia!

Ya... hanya dia!
Dia yang bahkan aku tak pernah melihatnya meski dengung namanya membahana ke seantero jagat
Dia yang selalu dibicarakan semua orang
Dia yang selalu menuai pujian dari kebanyakan makhluk
Dia yang selalu menawan di mata semua manusia
Dan memang hanya dia!
Sayangnya, kami belum pernah sekalipun dipertemukanNya meski kami bekerja di tempat yang sama
Mungkin karna waktu bertugas kami yang berbeda
Dia pagi, sedangkan aku malam.

Rasa penasaranku membuncah kian hebatnya dari waktu ke waktu
Banyak hal yang telah kuupayakan untuk berusaha menemuinya
Namun..
Dia selalu gagal kutemui secepat apapun aku hadir
Dia selalu tak bisa kutemui setelat apapun aku pergi meninggalkan tempat tugasku
Dan dia masih menjadi misteri untukku hingga kini

Tapi dari cerita orang-orang... Dia sudah cukup membuatku jatuh cinta
Bukan pada pandangan pertama
Bukan pula pada keindahan akhlaknya
Cuma karena cerita orang-orang yang mengaguminya
Karena buatku, jatuh cinta tak memerlukan banyak alasan untuk membuatnya wajar
Justru ketakwajaran itulah yang membuat cinta semakin banyak diminati untuk dirasakan



*****
Di suatu fajar saat Waktuku bertugas hampir selesai...

Sengaja aku tidak bergegas pulang karena aku menginginkan pertemuan perdanaku ada pada waktu ini
Perjumpaan untuk melihat dia yang selama ini kupendam hasrat padanya meski tak sekalipun kami berhadap-hadapan
Berjuta bayangan melukiskan keindahannya dalam ruang imajinasiku
Semakin dekat datangnya dia... semakin tak mampu aku menguasai perasaan ini

Hingga akhirnya...
Aku mengalami kelelahan yang sangat luar biasa dan sempat tak sadarkan diri
Sampai pada suatu detik Tuhan menyuruhku untuk pulang dan beristirahat
Sebelum aku berhasil untuk menemuinya, sesuatu yang begitu kuharapkan sosoknya menggapai sudut mataku
Dan terpaksalah aku merelakan hatiku untuk tidak pernah mngetahuinya walau tetap aku mencintainya....


*****
Belakangan ternyata aku baru tahu bahwa dia bernama mentari
Yang banyak orang mengatakan bahwa ia tak mungkin bersanding denganku, rembulan ini
Namun aku belum memahami mengapa Tuhan belum mau mempertemukan kami
Mungkin Dia tidak mengizinkan kami untuk hidup bersama
Dan itu berarti cinta yang kurasakan ini adalah cinta yang mustahil untuk kusampaikan
Dan jangan kalian tanya apa rasanya, karena sakit itu sudah pasti hadir sebelum kusadar bahwa aku harus merasakannya......
Karena cinta yang tak mungkin untuk bersama ini.

*****

(smoga kita tidak pernah merasa jatuh cinta pada apa yang belum Dia peruntukkan untuk kita. Mari menjaga hati teman-teman...)

Monday, January 25, 2010

Rindu Ilalang

Tak bolehkah aku kembali ke sisimu? Aku sangat ingin berada di dekatmu dan belajar banyak padamu. Aku ingin semerunduk dirimu yang tak pernah kehabisan harapan untuk menghidupi manusia-manusia yang seringnya tak baik itu. Tapi mengapa selalu jalanku untuk mendekatimu selalu dihalang-halangi? Aku sama sekali tidak ingin mengagalkan produktivitasmu. Karena aku sungguh sangat mengagumimu dalam dimensiku....... meski belum sampai pada tahap jatuh cinta padamu.

Sesaat aku dapat mengelabui para petani itu hanya untuk bersanding di sisimu. Dengan bulirmu yang semakin membesar, aku merasakan kebahagiaan luar biasa pada detik yang itu. Aku mengamatimu dan semakin dalam decakan kagumku pada makhluk Tuhan bernama padi. Kau hebat, mampu menyita waktu manusia hanya untuk membuatmu tumbuh sehat hingga menghasilkan. Walau seringnya ulah mereka justru tak baik pada alam tempat hidupmu. Namun sedikitpun kau tak berubah pikiran untuk berhenti memberi mereka jalan untuk sekedar kenyang atas jerih payahmu. Ya... jerih payahmu yang telah bertahan dari ancaman gulma seperti aku. Aku pun tak tahu mengapa mereka, para manusia itu sangat membenciku dan menjulukiku gulma yang entah apa artinya. Mungkin itu morse antara mereka untuk membahasakan pengganggu-pengganggu macam aku. Meski seingatku aku tak pernah sengaja berniat mengganggumu.

Sekali lagi....
Aku tak pernah berani untuk memulai berharap untuk menjadi sepertimu
Dicintai dan dinanti banyak manusia
Menjadi solusi atas permasalahan perut dan kantong mereka
Tak pernah! Aku tak pernah berani memulai mimpi-mimpi bodoh macam itu....

*****

Aku hanya ingin sedikit membuktikan pada makhluk-makhluk bumi
Jikalau memang kehadiranku tak dinantikan, bolehlah aku berharap untuk tidak disingkirkan dari hidup ini
Karena aku bukanlah perusak yang ingin mematikan hidup makhluk-makhluk lain selainku
Aku pun ingin hidup secara wajar dengan semua yang kumiliki
Aku pun ingin menikmati indahnya berkontribusi, meski sekarang ini belum bisa memberi
Tapi aku yakin, saatnya pasti akan tiba sebentar lagi...

Dan lihat saja...
Suatu saat nanti, kalian penduduk bumi... pasti akan berterimakasih kepadaku
pada kehadiran setangkai ilalang dari tempat hidup yang selalu terusik
dan terpaksa pernah menjadi penghuni abadi dalam keranjang sampahmu
karena Tuhan menyayangiku, dan aku percaya itu!

Thursday, January 21, 2010

Karena Memaafkan adalah Kebutuhan Kita.......


Setiap dari kita mungkin pernah mengalami konflik interpersonal dengan orang lain di sekitar kita. Dan seringnya konflik itu tidak pergi tanpa bekas begitu saja, melainkan menyisakan luka (yang bisa saja mendalam) terhadap lawan main kita (dalam konflik) tersebut. Hal tersebut sah-sah saja mengingat hati kita yang bukan terbuat dari baja yang membutuhkan suhu sangat tinggi untuk meleleh. Mungkin saja lisan, atau tingkah laku orang lain tersebut justru membuat kita merasa kecewa, sakit hati, atau bahkan terluka dalam. Mungkin saja. Dan ini sangat manusiawi.

Terkadang memang kita mampu untuk membuat hati kita menjadi kokoh sehingga lebih tahan gores daripada biasanya. Karena memang kapasitas hati manusia berbeda-beda terhadap goresan-goresan yang mungkin saja dapat terjadi dalam interaksi kita dengan manusia yang lain tentunya. Namun, adakalanya imunitas hati kita berada pada titik terendah yang membuat hati kita menjadi jauh lebih sensitif dan mudah terlukai oleh goresan-goresan halus sekalipun. Dan ini adalah suatu hal yang relatif untuk masing-masing individu.

Lantas, apa yang seharusnya kita lakukan jika hati kita sudah terlanjur tergores, terluka, apalagi patah?
Sangat naif jika kita secara spontan mengatakan bahwa "nanti juga sembuh" atau "waktu yang akan menyembuhkannya" tanpa disertai usaha memaafkan si pembuat luka tadi. Selama hati kita belum bisa memaafkan dan menerima perlakuan orang tersebut mutlak bahwa aura kebencian akan merasuki setiap relung persendian kita saat berpapasan dengannya. Dan sudah pasti hati kita menjadi serba tidak enak, mood juga rusak, serta hal-hal tidak mengenakkan lain pun akan terasakan. Jelas bahwa penderitaan kita akan bertambah banyak akibat keberadaan manusia tadi di muka bumi ini. Sudah sakit hati, ditambah perasaan serba tidak enak pula....

Inilah alasan Saya mengambil judul di atas untuk menggambarkan keseluruhan isi tulisan kali ini. Bahwa sesungguhnya memaafkan itu adalah kebutuhan setiap manusia, tak peduli berapa besarnya kesalahan si pembuat salah tadi. Obat dari penyakit (hati) itu ada pada diri kita. Dan dalam hal ini, memaafkan adalah obat untuk ketidakberesan hati dan mood kita. Yang harus disadari di sini, memaafkan itu sama beratnya dengan meminta maaf. Jadi, harusnya memang tidak terlalu sulit untuk memaafkan orang yang telah menyakiti kita jika kita bayangkan perjuangannya yang luar biasa untuk meminta maaf. Percayalah, dengan memaafkan, hidup kita akan mejadi lebih tenang dan membahagiakan, karena apresiasi untuk seorang pemaaf tidak hanya datang dari manusia, melainkan dari Tuhan seluruh makhluk, Allah swt.

Allahu'alam bishowab


Monday, January 4, 2010

Brokenhome

Aku melihatnya sebagai sosok yang luar biasa. Ia memiliki dua kepala untuk berfikir dan dua hati untuk merasakan. Ia mampu untuk terlahir sebagai manusia hebat di tempat hidupnya. Ia bukan seseorang yang lemah hati yang dengan lemahnya Ia akan patah pada setiap episode hidupnya.


Bukankah setiap manusia berhak untuk bahagia, termasuk gadis itu.
Di usianya yang beranjak remaja harusnya dia sangat menikmati hidupnya
Tawanya harus lepas, senyumnya harus mengembang tanpa cela
Cuma nasib agak sedikit menawarnya untuk tidak hidup sebahagia teman-temannya yang lain
Ironis memang, tapi Tuhannya terlalu mengganggap Gadis itu kuat untuk melampaui semuanya
Ya.... berarti memang harus begitu kan?

Pada awalnya Sang Gadis itu berfikir bahwa dengan menangis Ia bisa menyelesaikan segala urusan hatinya
Bahkan di usia pubernya Ia belum pernah sekalipun berani merasakan jatuh cinta ala anak muda
Mungkin akibat trauma dari apa yang menimpa keluarganya dan hidup orang-orang di dalamnya
Cinta tak lagi dianggap sebagai sesuatu yang mulia
Melainkan sudah menjadi candu yang justru menghancurkan status perkawinan kedua orang tuanya
Dan sekian lama Ia mengingkari hatinya untuk berusaha tidak jatuh cinta

Kadang Aku melihatnya sebagai seorang yang justru tanpa beban
Jika tidak seksama betul menyimak tawanya, maka akan terlihat semuanya menjadi sangat baik
Hanya mungkin pada saat Ia menghentikan tawanya, akan ada paras lain yang muncul dari wajahnya
Bisa jadi itu adalah wajah Sang Gadis yang sesungguhnya setelah sempat disembunyikan tawanya
Wajah yang penuh dengan ketegangan dan kepayahan menanggung apa yang telah menimpanya
Dia terlalu menganggap semua solusi permasalahan itu ada pada dirinya
Ada pada seorang anak berumur 16 tahun.

Pada tengah malam lewat sedikit Ia sering mengaduh pilu,
Pada Tuhannya dan pada setiap makhluk yang kebetulan lewat di sekitar kamar tidurnya
Terlalu banyak pelajaran berat yang harus dia terima pada usianya sekarang
Menyaksikan hal-hal tidak enak pada orang-orang tersayangnya dengan dua mata pemberian Tuhannya
Dan hanya melihat saja.
Karena wewenang akal untuk menghentikannya telah terpenjara pada satu bagian bernama 'bakti anak'

Saat Ia mulai menyadari bahwa tangis bukan solusi untuk kericuhan hidupnya,
Maka Ia pun mulai mencoba cara lain untuk menemukan solusi yang lainnya
Ia mulai sadar
Ia mulai bangkit
Ia mulai mempelajari karakternya
Dan jadilah Ia seseorang yang cukup membatu.

Namun semoga kebijaksanaan itu tetap menyatu dalam keseharian Gadis itu
Seiring bertambahnya jumlah hari yang semakin banyak dalam bilangannya
Karena memang Gadis itu adalah istimewa, setidaknya dalam pengakuan beberapa orang di sekitarnya

******************************
Kok bahasanya jadi nyastra bgt...????