Aku melihatnya sebagai sosok yang luar biasa. Ia memiliki dua kepala untuk berfikir dan dua hati untuk merasakan. Ia mampu untuk terlahir sebagai manusia hebat di tempat hidupnya. Ia bukan seseorang yang lemah hati yang dengan lemahnya Ia akan patah pada setiap episode hidupnya.
Bukankah setiap manusia berhak untuk bahagia, termasuk gadis itu.
Di usianya yang beranjak remaja harusnya dia sangat menikmati hidupnya
Tawanya harus lepas, senyumnya harus mengembang tanpa cela
Cuma nasib agak sedikit menawarnya untuk tidak hidup sebahagia teman-temannya yang lain
Ironis memang, tapi Tuhannya terlalu mengganggap Gadis itu kuat untuk melampaui semuanya
Ya.... berarti memang harus begitu kan?
Pada awalnya Sang Gadis itu berfikir bahwa dengan menangis Ia bisa menyelesaikan segala urusan hatinya
Bahkan di usia pubernya Ia belum pernah sekalipun berani merasakan jatuh cinta ala anak muda
Mungkin akibat trauma dari apa yang menimpa keluarganya dan hidup orang-orang di dalamnya
Cinta tak lagi dianggap sebagai sesuatu yang mulia
Melainkan sudah menjadi candu yang justru menghancurkan status perkawinan kedua orang tuanya
Dan sekian lama Ia mengingkari hatinya untuk berusaha tidak jatuh cinta
Kadang Aku melihatnya sebagai seorang yang justru tanpa beban
Jika tidak seksama betul menyimak tawanya, maka akan terlihat semuanya menjadi sangat baik
Hanya mungkin pada saat Ia menghentikan tawanya, akan ada paras lain yang muncul dari wajahnya
Bisa jadi itu adalah wajah Sang Gadis yang sesungguhnya setelah sempat disembunyikan tawanya
Wajah yang penuh dengan ketegangan dan kepayahan menanggung apa yang telah menimpanya
Dia terlalu menganggap semua solusi permasalahan itu ada pada dirinya
Ada pada seorang anak berumur 16 tahun.
Pada tengah malam lewat sedikit Ia sering mengaduh pilu,
Pada Tuhannya dan pada setiap makhluk yang kebetulan lewat di sekitar kamar tidurnya
Terlalu banyak pelajaran berat yang harus dia terima pada usianya sekarang
Menyaksikan hal-hal tidak enak pada orang-orang tersayangnya dengan dua mata pemberian Tuhannya
Dan hanya melihat saja.
Karena wewenang akal untuk menghentikannya telah terpenjara pada satu bagian bernama 'bakti anak'
Saat Ia mulai menyadari bahwa tangis bukan solusi untuk kericuhan hidupnya,
Maka Ia pun mulai mencoba cara lain untuk menemukan solusi yang lainnya
Ia mulai sadar
Ia mulai bangkit
Ia mulai mempelajari karakternya
Dan jadilah Ia seseorang yang cukup membatu.
Namun semoga kebijaksanaan itu tetap menyatu dalam keseharian Gadis itu
Seiring bertambahnya jumlah hari yang semakin banyak dalam bilangannya
Karena memang Gadis itu adalah istimewa, setidaknya dalam pengakuan beberapa orang di sekitarnya
******************************
Kok bahasanya jadi nyastra bgt...????
No comments:
Post a Comment