Saturday, November 28, 2009

Tersenyumlah Untuk Hidupmu.....


Belakangan ini banyak kujumpai keluhan-keluhan kesedihan dari beberapa sahabat di sekitarku. Beragam keluhan itu di antaranya berisi suatu ketidakterimaan (atau suatu ketidaksiapan) mereka dalam menghadapi takdirnya. Tak jarang pula ada airmata yang turut berbicara mengantarkan mereka pada suatu keadaan di mana seolah-olah mereka telah menjadi korban kekejian fakta yang mengharu biru di dalam benaknya....Hmmm....

Beginilah hidup. Pada satu titik kita merasa telah terdzolimi akan kebengisan takdir yang menyapa... Pada titik yang lain kita pun pasti pernah dimanjakan oleh kemuliaan takdir yang (seringnya) membuat kita lupa bersyukur. Sebetulnya apa yang ada di dunia ini sudah berjalan pada asas keseimbangan dan tidak berat sebelah. Hanya saja, seringkali kita yang tidak bisa menempatkan hati pada posisi siaga menerima apa yang telah ditetapkanNya. Tidak salah bila seorang manusia mempunyai ekspektasi yang tinggi dalam hidupnya. Namun, perlu dicatat juga bahwa takdirNya tidak selalu berjalan dalam koridor ekspektasi kita, karena bisa saja apa yang kita harapkan justru akan menghancurkan diri kita sendiri karena memang bukan itu yang sesungguhnya terbaik bagi kita.

Namun nyatanya, masih banyak orang dewasa yang belum bisa menerima ini. Masih banyak yang mencoba memaksa Tuhan agar menjadikan takdirnya seperti apa yang diharapkannya. Jika ia tidak berhasil memaksa Tuhan, maka ia pun akan marah dan beranggapan bahwa Tuhannya tidak lagi menyayanginya. Akhirnya manusia tadi pun kan merasa menjadi korban dari kekejaman takdir Tuhan. Dan ternyata mental-mental manusia seperti ini masih sangat banyak terdapat di dunia ini (mungkin juga termasuk Saya).

Semua manusia telah diajarkan berikhtiar untuk apa yang ingin diraih dan dicita-citakannya. Dan di dalam proses ikhtiar itulah Allah akan menguji kesungguhan kita untuk mendapatkan apa yang sesungguhnya menjadi tujuan kita. Para syaitan yang sudah terkutuk itu pun tidak pernah bosan menggoda manusia untuk keluar dari track ikhtiar yang seharusnya, yakni dengan menghalalkan segala cara yang sudah jelas tidak halal serupa dengan membenarkan suatu proses yang sudah jelas tidak benar. Dan keistiqomahan manusia pun diuji. Setelah itu, mash ada ujian keikhlasan dan kesabaran serta keteguhan yang harus diselesaikan dengan baik. Baru terakhir, manusia tadi akan merasakan manisnya buah dari keimanannya yang kokoh dan dijaga sedemikian rupa.

Semua memang suatu rangkaian proses panjang dan pembelajaran yang butuh waktu lama. Seiring dengan bertambahnya kedewasaan seseorang, maka kepasrahan dan keimananan kepada Tuhannya pun idealnya semakin meningkat. Meski kedewasaan ini pun bukanlah jaminan bagi seseorang untuk tidak pernah merasa patah dan kecewa. Karena perasaan semacam ini adalah manusiawi selagi kita masih memiliki hati dalam keseharian kita. Manakala apa yang telah digariskanNya tidak sesuai dengan ekspektasi kita, wajar jika kita kecewa, patah, ataupun sakit. Namun, sebagai orang yang mengaku beriman, sudah selayaknyalah kita memiliki suatu pola dan terapi sendiri untuk menyikapi perasaan-perasaan semacam itu jikalau tiba-tiba kita merasakannya.... Allahu'alam bishowab.

No comments:

Post a Comment