Sunday, November 1, 2009

M A A F

Dapatkah kita menghitung tentang berapa banyak kata maaf yang telah kita ucapkan? Atau mungkin dapatkah kita memperkirakan jumlah kata maaf yang telah kita terima?
Maaf, kata yang seolah dapat menghapus semua kesalahan dan luka yang pernah terjadi serta terasakan sebelumnya. 
Dan maaf, kata yang amat mudah diucapkan oleh siapapun, termasuk para penjahat sekalipun....


Suatu waktu kita berbuat salah atau merugikan orang lain sekalipun biasanya kata yang pertama kali terlintas dalam benak kita adalah 'maaf'. Entah kata maaf itu meluncur dari hati ataupun tidak, yang jelas lisan manusia memang sudah terbiasa berujar itu untuk meloloskan kesalahannya dan membuat ridho pada obyek yang dikenai atas perbuatan salahnya tersebut. Kata maaf adalah kata yang begitu mulia dan untuk meminta maaf adalah pekerjaan yang mulia juga. Hanya saja, kadang kita terlalu mudahnya dalam meloloskan perbuatan salah kita sendiri karena prosedur meminta maaf yang begitu sederhananya.

Dalam kesederhanaan prosedur meminta maaf yang pada masa sekarang ini, sepertinya justru membuat kata maaf kehilangan kesaktiannya. Kata maaf tidak lagi dapat menghapus tuntas segala luka yang terjadi akibat apa yang telah terjadi sebelum itu, melainkan hanya sebagai pelengkap kesalahan saja. Selesai berbuat salah, lalu meminta maaf, tuntas sudah urusan. Padahal seharusnya ada yang lebih dari itu..... yakni solusi. Sudahkan kata maaf kita menjadi solusi dan memperbaiki segala kerusakan atas kesalahan yang telah kita lakukan? Kerusakan di sini dapat berarti kerusakan materi atau yang lainnya yang lebih sensitif. Hati misalnya, atau moril juga bisa. Dan itu belum tentu bisa selesai dengan kata maaf saja. Harus ada solusi konkret dan komitmen lain yang mengikuti setelahnya.

Pelafalan kata maaf yang terlampau sering pun akan dapat mengurangi esensi dan kesakralan makna maaf  itu sendiri. Untuk frekuensi yang sering, kata maaf dapat mendegradasikan makna yang melekat di dalamnya dan kemudian menjadi suatu kebiasaan yang tidak lagi istimewa. Sehingga, pada akhirnya akan muncul kesengajaan-kesengajaan dalam melakukan kesalahan karena setelah itu ada kata yang menghapusnya, maaf.

Memang tidak semua orang berlaku demikian. Hanya saja, rasanya terlalu murah sekali harga sebuah kesalahan jika hanya dibasuh kata maaf yang sudah menjadi kebiasaan belaka. Namun, manakala kata maaf itu terangkai dari dalam hati yang tulus disertai rasa penyesalan mendalam atas kesalahannya, kemudian setelah itu ada komitmen yang mengikutinya (entah untuk tidak mengulanginya lagi atau justru mencari solusi atas segala kesalahan yang telah dilakukannya), maka kata maaf itu barulah berharga dan patut untuk dilafalkan. Jadi, mungkin yang menjadi koreksi bagi diri kita masing-masing, apakah kata maaf yang biasa kita bagi-bagikan kepada sesama kita itu sudah memenuhi standar apologizing properly atau belum?

(tx sista....4 inspiring me 4 d'phrase apologizing properly. i've expert 2 do right now...)

No comments:

Post a Comment