Manusia, dalam lingkup ketidaksempurnaannya memang memiliki banyak celah untuk mengeluh dan meratap. Kegagalan, kehilangan, ataupun kekalahan adalah potongan-potongan sketsa hidup manusia yang mau tidak mau pasti akan kita lalui juga. Mungkin kita sudah tidak mampu lagi menghitung berapa banyak keluhan dan ketidakterimaan yang telah kita hasilkan. Atau bahkan mungkin ada dari kita yang masih sangat ingin menjelma menjadi manusia lain dengan takdir lain yang lebih baik dari takdir kita sekarang.
Masa-masa kehidupan tidak selalu kita lalui dengan manis dan menyenangkan. Adakalanya kerapuhan menyesaki setiap relung hati, jiwa, dan pikiran kita sehingga membuat kita menjadi sangat sulit bergerak dan berekspresi selain pada sebuah rasa frustasi berkepanjangan. Menjadi korban atas kekejaman nasib yang selalu tidak bersahabat, menjadi korban pada setiap pertempuran, atau bahkan menjadi pecundang di segala kompetisi. Semua buruk jika kita hanya melihat pada sisi menang dan kalahnya saja. Padahal, dalam hidup tidak hanya ada menang dan kalah. Tidak hanya ada status pemenang dan pecundang pula. Karena status-status tersebut adalah status buatan manusia, maka ia tidak bisa dijadikan parameter dan tolak ukur hidup seseorang karena sifatnya terlalu duniawi belaka.
Salah satu penyebab luka ataupun rasa kecewa kita bisa jadi karena terlalu berharapnya kita pada manusia yang lain. Dalam konteks sosial, memang kita harus saling membutuhkan dan melengkapi. Namun, jika ketergantungan kita kepada manusia lebih besar daripada ketergantungan kita pada Allah Swt, maka hanya ada kekecewaan pulalah yang akan kita terima mengingat tak ada manusia manapun jua yang memegang kendali hidupnya sendiri. Semua ada dalam kendaliNya dan semua yang akan terjadi selanjutnya adalah skenario yang telah disiapkanNya untuk kita jalani.
Lantas, apa yang dapat kita katakan mengenai 'luka'? Adakah manusia di dunia ini yang tak pernah terluka? Kelukaan yang terjadi pada hati manusia adalah hal yang wajar terjadi. Luka itu adalah salah satu tarbiyahNya untuk membuat hati kita menjadi siap mendapatkan kekuatan yang lebih besar lagi. Manakala sekeping hati manusia terluka, pastilah setelahnya ia akan memperkuat pertahanan hatinya untuk luka yang lebih besar lagi. Dan tanpa ia sadari, secara perlahan tapi pasti hatinya kembali menjadi lebih kuat dari sebelumnya setelah sembuh lukanya. Dan akan begitu seterusnya sampai pada akhirnya kita menjadi seorang superpower dalam urusan ini. Hati manusia tersebut pun menjadi lebih dewasa dan sulit untuk kembali terluka karena ridho dan ikhlas hatinya sudah mulai terbentuk secara alamiah.
Untuk menjadi manusia luar biasa memang menbutuhkan rangkaian proses yang sangat panjang. Harus jatuh dan patah berkali-kali untuk menjadikan diri kita sebagai manusia yang berkualitas. Secara kasat mata dapat terlihat perbedaan manusia yang hidup dengan luka di sana-sini akibat berkali-kali jatuh (atau) patah dengan manusia yang sedikit, atau bahkan tidak pernah mengalami terluka sama sekali. Yang sudah sering terluka akan terlihat jauh lebih tegar dan kuat. Yang tidak pernah terluka......... mungkin akan telihat lebih rapuh dan lemah. Inilah sunatullahNya. Dia memang telah memilih orang-orang kuat yang mampu bangkit dari keterpurukan untuk kemudian dimuliakan dalam jannahNya.
Yakinlah, di luar semua itu ada satu cahaya yang sedang tersorot secara tajam mengarah ke kita. CahayaNya yang menyorot tajam kepada hamba yang tengah dirundung ujian yang belum juga berkesudahan. Cahaya yang sesungguhnya sedang menyinari sang hamba tadi agar tampaklah kemuliaannya yang timbul pada keistiqomahan menghadapi ujian hidup. Luar biasa! Layaknya seorang bintang panggung yang sedang disorot lampu secara close up maka sang hamba tadi pun demikian. Bintang atas keteguhan hatinya akan mebuat semua mata tertuju kepadanya. Karena imannya.. telah membuatnya sedemikian bersinar di hadapan para malaikat dan TuhanNya.... Allahu'alam bishowab.
No comments:
Post a Comment