Friday, September 11, 2009

Menggadaikan Militansi (Sebuah Kontemplasi bersama)

Ada seorang mantan ADK seniorku di Semarang dulu yg mengatakan bahwa seorang kader dakwah benar-benar dapat dikatakan kader jika ia sudah tidak ada di lingkungan kampus paling tidak selama 2 tahun. Jelas saja, kampus itu kan memang zona aman untuk para aktivis. Khilaf sedikit, sudah ada yang menegur dan memberi taujih yang panjang-panjang. Dengan demikian Syaitan pun menjadi agak kekurangan celah untuk masuk dan mempengaruhi aktivitas para ADK tersebut.

Lain halnya ketika kita sudah masuk dunia heterogen setelah tidak beraktifitas di kampus lagi. Banyak hal-hal yang dianggap salah semasa masih berada di zona aman dahulu yang lantas menjadi batas ambang kewajaran yang harus bisa ditoleransi di sini. Sebetulnya itu tidak menjadi masalah yang berarti tatkala saat melakukan 'kewajaran' tersebut hati kita masih merasa tidak enak atau ketidaknyamanan yang berarti. Namun, ini menjadi masalah manakala hati kita justru larut dan menikmati hal-hal salah yang masih dianggap wajar itu. Di situlah corong utama pintu masuknya syaitan yang nantinya dapat mempengaruhi konsistensi kita dalam mempertahankan status aktifis dakwah yang kita sandang.

Nah, saat hal ini sudah benar-benar terimplementasikan dengan kuat dalam keseharian kita, wajar saja jika kita semakin hari semakin berlaku minus dan meninggalkan nilai-nilai kepahaman kita akan adab-adab yang sesungguhnya. Lantas, di mana hasil tarbiyah kita selama beberapa tahun belakangan ini? Menjadi produktif pun tidak, menjadi permisif iya... Masya ALLAH!!

Ikhwah Fillah...
Berapa banyak militansi yang telah kita gadaikan hanya untuk membaur dan diterima oleh lingkungan sekitar kita? Berapa ayatNya yang telah kita lewati hingga kita dapat mewajarkan semua ini? Berapa banyak kewajaran yang kini justru kita klaim sebagai suatu kebiasaan?

Sekali lagi..
Dakwah memang memaksa kita untuk membaur di dalamnya..
Dakwah memang mengharuskan kita untuk lekat dengan obyeknya..
Dakwah memang mengkhususkan kita untuk mencintai proses di dalamnya..

Namun,
Dakwah itu juga membutuhkan amunisi ruh sebagai mesinnya
Dakwah itu juga memerlukan tadhiyah sebagai jaminannya, dan
Dakwah itu juga berjalan bersama militansi jundinya..

Allahu'alam bishowab

2 comments:

  1. Ada seekor serigala yang berusaha membaur dengan sekumpulan domba. Serigala tersebut hanya ingin dapat diterima oleh domba2 tersebut tanpa ada sedikitpun niat untuk memangsa mereka. Meski syaithan selalu menggodanya untuk memangsa, bahkan syaitan pun menggoda domba2 tersebut agar berkenan dimangsa serigala.
    Lain cerita, ada seekor domba yang berusaha membaur dengan sekumpulan serigala. Domba tersebut merasa serigala2 itu tdk akan memangsanya, entah apa yang ada di pikirannya, mungkin ia terlalu polos. Meski syaitan tidak bisa menggodanya untuk menawarkan diri menjadi mangsa sekumpulan serigala, tapi sesungguhnya syaitan telah berhasil menggiringnya sendirian mendekati sekumpulan serigala.
    Atas nama pembauran, mana yang lebih berbahaya?
    Wa allahu 'alam...

    ReplyDelete
  2. keduanya berbahaya.
    Jangankan serigala dan domba.. Serigala sama serigala kan juga berbahaya kalo ada syaithan. Intinya satu: di mana2 ada syaithan dan kita harus waspada, ntah kita srigala ato dombanya..
    waspadalah.. waspadalah...

    ReplyDelete